Washington, D.C, Gatra.com - Amerika Serikat berhasil menguji dua rudal hipersonik Lockheed Martin Corp baru-baru ini. Pernyataan itu diungkapkan Pentagon pada hari Rabu, di tengah meningkatnya kekhawatiran Rusia dan China telah lebih dulu berhasil mengembangkan senjata hipersonik mereka sendiri.
Angkatan Udara AS mengkonfirmasi bahwa mereka berhasil menguji booster Air-Launched Rapid Response Weapon (ARRW) pada hari Selasa di lepas pantai California. Reuters melaporkan tes ARRW dilakukan setelah booster dibawa tinggi-tinggi di bawah sayap B-52H sebelum diluncurkan. Dalam tes sebelumnya, senjata tidak terlepas dari pesawat.
“Tes sukses kedua ini menunjukkan kemampuan ARRW untuk mencapai dan menahan kecepatan hipersonik operasional, mengumpulkan data penting untuk digunakan dalam tes penerbangan lebih lanjut, dan memvalidasi pemisahan yang aman dari pesawat,” kata Lockheed dalam sebuah pernyataan, dikutip Reuters, Kamis (14/7).
Pejabat eksekutif program, Direktorat Persenjataan, Brigadir Jenderal Angkatan Udara Heath Collins, mengatakan pihaknya saat ini telah menyelesaikan seri uji booster dan siap untuk maju ke pengujian menyeluruh akhir tahun ini.
"Semua berjalan lancar, termasuk booster dan hulu ledak,” ujarnya.
Senjata hipersonik diketahui melesat di atmosfer atas dengan kecepatan lebih dari lima kali kecepatan suara, atau sekitar 6.200 kilometer (3.853 mil) per jam.
Dalam tes senjata hipersonik terpisah, Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA) --agensi dari Departemen Pertahanan A.S. yang bertanggung jawab atas pengembangan teknologi baru untuk digunakan oleh militer-- mengkonfirmasi bahwa mereka berhasil melakukan tes pertama senjata hipersonik Operational Fires-nya.
Tes dilakukan di White Sands Missile Range di New Mexico.
Tes yang berhasil itu menunjukkan kemajuan dari upaya pengembangan senjata hipersonik AS, yang dalam beberapa kasus mengalami kegagalan. Hal itu pula meningkatkan kekhawatiran bahwa Amerika Serikat tertinggal dalam perlombaan senjata negara adidaya.
Operational Fires adalah sistem yang diluncurkan dari darat, yang akan secara cepat dan tepat menyerang target kritis dan sensitif, terhadap waktu sambil menembus pertahanan udara musuh modern.
DARPA telah meminta dan menerima anggaran US$45 juta untuk OpFires pada tahun fiskal 2022.
Salah satu konsep Lockheed Martin untuk senjata DARPA adalah menggunakan peluncur Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) yang ada, seperti yang dikirim ke Ukraina.
Tes yang berhasil ini masih serangkaian dalam uji terbang pada 29 Juni lalu, namun gagal. Dalam tes itu jenis senjata hipersonik digunakan berbeda, yakni Common Hypersonic Glide Body, diuji di Pacific Missile Range Facility, Hawaii.
Kontraktor pertahanan berharap dapat memanfaatkan peralihan militer ke senjata hipersonik, tidak hanya dengan membangunnya tetapi juga dapat mengembangkan mekanisme deteksi.
Pabrikan senjata seperti Lockheed, Northrop Grumman Corp dan Raytheon Technologies Corp, telah menggembar-gemborkan program senjata hipersonik mereka kepada investor karena saat ini dunia bergeser ke perlombaan senjata baru.