Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa 7 orang saksi, di antaraya sejumlah jajaran direksi dari sejumlah perusahaan PT Meraseti Group. Mereka diperiksa dalam kasus dugaan korupsi impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya tahun 2016–2021.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Selasa (12/7), menyampaikan, ketujuh saksi itu, 3 di antaranya diperiksa untuk 3 orang tersangka individu dan 4 lainnya untuk 6 tersangka korporasi.
Tiga saksi menjalani pemeriksaan untuk tersangka Kasubag Tata Usaha pada Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag, Tahan Banurea (TB), Manajer PT Merseti Logistik Indonesia, T; dan pemilik PT Maraseti Logistik, Budi Hartono Linardi (BHL).
Ketiga saksinya, yakni Direktur PT Union Metal, S; Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)/Direktur Meraseti Maritim Indonesia periode 2014–2016, BW; dan PPJK/Direktur Meraseti Logistik Indonesia, N.
“Diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya tahun 2016 sampai dengan tahun 2021,” ujarnya.
Sedangkan 4 saksi untuk tersangka 6 korporasi, yakni Komisaris PT Meraseti Konsultama Indonesia dan Direktur PT Meraseti Group Indonesia, AN; Direktur PT Meraseti Anugrah Utama, RGGS; Komisaris PT Meraseti Transportasi Indonesia, DHA; dan YU selaku karyawan swasta.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ujar Ketut.
Dalam kasus ini, Kejagung menetapkan 3 orang tersangka individu, yakni Kasubag Tata Usaha pada Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag, Tahan Banurea (TB), Manajer PT Merseti Logistik Indonesia, Taufiq; dan pemilik atau owner PT Meraseti Logistic Indonesia, PT Meraseti Transportasi Indonesia, PT Meraseti Maritim Indonesia, PT Meraseti Digital Kreatif, PT Meraseti Konsultama Indonesia, PT Meraseti Bakti Nusantara, PT Meraseti Anugerah Utama, dan PT Meraseti lainnya, Budi Hartono Linardi (BHL).
Kemudian, 6 tersangka korporasi, yakni PT Bangun Era Sejahtera (PT BES), PT Duta Sari Sejahtera (PT DSS), PT Inti Sumber Bajasakti (PT ISB), PT Jaya Arya Kemuning (PT JAK), PT Perwira Adhitama Sejati (PT PAS), dan PT Prasasti Metal Utama (PT PMU).
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka Tahan Banurea, melanggar sangkaan Kesatu Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Subsidiairnya, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuataan tersebut atau melanggar sangkaan kedua, yakni Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atau melanggar sangkaan Ketiga, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun tersangka Taufiq diduga melanggar sangkaan Kesatu Primair, yakni Pasal (2) Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kesatu Subsidiair, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatan tersangka T tersebut atau melanggar sangkaan Kedua, yakni Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ulah tersangka Taufiq itu atau melanggar sangkaan Ketiga, yakni Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka Budi Hartono Linardi melanggar sangkaan Kesatu Primair, Pasal 2 Ayat (1) jucto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kesatu Subsidiair, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Atau melanggar sangkaan kedua, yakni Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatan tersangka BHL ini atau melanggar sangkaan ketiga, yakni Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.