Solo, Gatra.com - Draf final Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah diserahkan pemerintah ke DPR RI. Namun draf final RKUHP tersebut dinilai memiliki sejumlah pasal bermasalah.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyebut ada sederet pasal kontroversial di RKUHP sehingga menjadi perbincangan publik.
“Presiden Jokowi, pimpinan Partai PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, Nasdem, dan lain- lain, perlu mempertimbangkan kembali RUU KUHP. Terutama pasal yang menyangkut consensual sex, perzinahan, kumpul kebo, pasal 415, 416,” kata Denny JA, dalam pernyataan tertulis, Senin (11/7).
Menurutnya, hal itu penting sebelum RUU KUHP telanjur disahkan menjadi UU. Jika disahkan, KUHP akan menjadi sorotan negatif dari dunia karena menyangkut isu hak asasi manusia (HAM).
"Consensual sex between adults, hubungan seks orang dewasa atas dasar suka sama suka, walau tak terikat pernikahan, itu adalah bagian dari hak asasi, pilihan gaya hidup," katanya.
Draf RKUHP mengatur hukuman bagi pelaku zina hingga kumpul kebo dengan ancaman hukuman berbeda-beda. Hukuman bagi pelaku perbuatan zina atau hubungan badan yang bukan suami istri diatur dalam pasal 415 RKUHP dengan ancaman hukuman satu tahun penjara.
Pasal 415 ayat 2 menjelaskan bahwa pihak yang bisa melaporkan perzinahan tersebut suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua atau anak bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Sementara itu, hukuman pidana bagi pelaku kumpul kebo diatur dalam pasal 416 bahwa setiap orang yang hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan terancam pidana selama enam bulan.
Pihak yang bisa melaporkan kumpul kebo yakni suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan atau orang tua atau anak bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Meski demikian, perbuatan tersebut tetap berdosa menurut agama. Namun, menurut Denny, mereka yang berdosa tak selalu bisa dianggap pelaku kriminal.
Denny berpandangan hubungan seks secara konsensual adalah masalah moral, bukan tindakan kriminal. Untuk itu, para pembuat undang-undang harus menyadari bahwa saat ini adalah era globalisasi.
“Kita hidup di era global yang menghargai Right to Privacy. Individu harus dibolehkan memilih gaya hidupnya sendiri, sejauh mereka tidak melakukan kekerasan dan pemaksaan,” ucapnya.
Namun negara juga harus melindungi warga negara secara setara. "Termasuk melindungi warga negara yang percaya pada hak asasi manusia (HAM) yang mempercai right to sexuality, yang percaya consensual sex between adults,” ujarnya.