Karanganyar, Gatra.com – Hibah pengolah sampah dari pemerintah China ditemukan mangkrak di sebuah gudang area Tempat Pengolahan Akhir (TPA) sampah Desa Sukosari, Jumantono, Karanganyar, Jawa Tengah (Jateng). Alat itu belum beroperasi sejak didatangkan tiga bulan silam.
Ketua DPRD Karanganyar, Bagus Selo, bersama Anggota Komisi C, Joko Pramono, dan Sekretaris Komisi B, Bagus Selo, menemukan peralatan mangkrak itu saat sidak di TPA pada Jumat (8/7). Mereka menyaksikan aktivitas bongkar truk-truk ke perbukitan sampah. Di sana terdapat gudang yang di dalamnya terdapat mesin pengolah dan tabung destilasi. Mesin-mesin itu baru, tapi tak beroperasi. Di sana juga tanpa petugas operator. Para wakil rakyat diantar ke sana oleh Kades Sukosari, Sulardi.
"Kata Pak kades, mesin-mesin ini hibah. Datangnya tiga bulan lalu. Tapi belum beroperasi. Sangat disayangkan kenapa tak segera dipakai. Padahal kondisi TPA kritis. Tak lagi tersisa lahan. Sampah hanya ditumpuk sampai menggunung," kata Joko Pramono.
TPA Sukosari memiliki lahan 4,3 hektare yang kini tak lagi bersisa. Sekitar 35 truk membuang sampahnya ke fasilitas ini tiap hari. Jika ditotal, sampah masuk tiap hari sebanyak 50 ton.
Besar harapan pengolahan sampah bakal lebih baik dengan bantuan mesin tersebut. Joko meminta Pemkab Karanganyar menyeriusi masalah itu.
“Jika masalahnya tak punya SDM, kan bisa belajar. Apa terus dimangkrakkan seperti ini? Sampah itu ibarat bom waktu. Kalau tak segera ditangani, masalahnya terus akan bertambah banyak dan kompleks,” katanya.
Ketua DPRD Karanganyar, Bagus Selo, meminta dinas terkait segera menyelesaikan kajian teknis problem tersebut. Setahunya, Pemkab membutuhkan lahan baru untuk menunjang infrastruktur pengolah sampah yang dihibahkan mancanegara itu.
“Solusinya harus ke depan. Mau dipindah, diperluas atau pakai teknologi tepat guna?” katanya.
Setelah menyaksikan sendiri bukit-bukit sampah setinggi tiga meter lebih, ia khawatir memicu longsor yang menimpa warga yang beraktivitas di bawahnya. Sampah-sampah itu juga potensial menutup saluran pembuangan.
“Masyarakat sekitar makin resah karena dampak TPA. Kebijakan ini spesifik. Masalahnya sudah lama. Tapi tidak juga ada solusi. Keberadaan para pemulung tidak bisa mengurangi sampah secara signifikan," katanya.