Jakarta, Gatra.com – Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Direktur Jenderal (Dirjen) dan dua Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) terkait kasus dugaan korupsi impor garam industri tahun 2016–2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Rabu (6/7), mengatakan, ketiga mantan pejabat di Kemendag itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Adapun ketiga orang dari Kemendag itu, yakni K dan SA selaku Plt. Dirjen Daglu tahun 2020, serta DS, Dirjen Daglu tahun 2020. Penyidik memeriksa saksi K soal dokumen persetujuan impor garam industri yang ditandatanganinya selaku Plt. Dirjen Daglu.
Sedangkan terhadap saksi DS dan SA, lanjut Ketut, penyidik memeriksa atau menanyakan kepada mereka soal regulasi dan persetujuan impor garam industri di Kemendag tahun 2016–2022.
Selain dari Kemendag, penyidik Kejagung juga memeriksa mantan Plt Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kementerian Perindustrian (Kemenperin), AR; dan mantan Dirjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil Kemenperin Tahun 2019, MK. “Diperiksa terkait kuota impor garam industri,“ katanya.
Baca Juga: Kejagung Mulai Bongkar Kasus Korupsi Impor Garam di Kemendag
Kejagung memeriksa saksi-saksi setelah menaikkan kasus dugaan korupsi atas penyalahgunaan wewenang dalam penentuan kuota, pemberian persetujuan, pelaksanaan, dan pengawasan impor garam tahun 2016–2022 di Kemendag ke tahap penyidikan.
Jaksa Agung Burhanuddin dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin (27/6/2022), menyampaikan, awalnya Kejagung melakukan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-20/F.1/Fd.1/06/2022 tanggal 14 Juni 2022. Setelah itu, kasusnya naik ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Prin-38/F.2/Fd.2/06/2022 tanggal 27 Juni 2022.
Menurutnya, peningkatan tahap penyelidikan ke penyidikan tersebut berdasarkan pada fakta-fakta yang diperoleh selama penyelidikan bahwa telah ditemukan suatu peristiwa pidana dalam impor garam, terutama garam industri sejak tahun 2016–2022.
Burhanuddin menjelaskan, pada tahun 2018, Kemendagmenerbitkan persetujuan impor garam industri pada PT MTS, PT SM, dan PT UNI tanpa melakukan veridikasi sehingga menyebabkan kelebihan impor garam industri.
Bahwa pada tahun 2018, terdapat 21 perusahaan importir garam yang mendapat kuota persetujuan impor garam industri sebanyak 3.770.346 ton atau dengan nilai sebesar Rp2.054.310.721.560,- (Rp2 triliun lebih) tanpa memperhitungkan stok garam lokal dan stok garam industri yang tersedia sehingga mengakibatkan garam industri melimpah.
Baca Juga: Ini Pengakuan Mantan Mendag Muhammad Lutfi Usai Diperiksa Kejagung
Para importir kemudian mengalihkan secara melawan hukum peruntukan garam industri menjadi garam konsumsi dengan perbandingan harga yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan kerugian bagi petani garam lokal dan perekenomian negara.
Ulah tersebut sangat menyakitkan. Pasalnya, UMKM yang seharusnyamendapatkan rezeki dari sana menjadi merugi karena garamnya kalah bersaing harga dengan garam impor untuk industri. “Ini sangat-sangat menyedikan,” ujarnya.
Untuk membongkar kasus ini, Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung telah melakukan permintaan keterangan kepada beberapa orang yang terkait dan mendapat dokumen-dokumen yang relevan.
Setelah dilakukan analisa dan gelar perkara, Kejagung menyimpulkan bahwa terhadap perkara impor garam industri telah ditemukan adanya peristiwa pidana sehingga dapat ditingkatkan ke tahap penyidikan untuk mengumpulkan bukti-bukti dan membuat terang peristiwa tersebut serta menemukan siapa yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.
Adapun pasal yang akan disangkakan, yakni sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Subsidiairnya, Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.