Jakarta, Gatra.com – Tim ahli dan Penyidik Koneksitas terdiri dari Penyidik Puspom TNI, Oditurat Militer Tinggi II Jakarta, dan Kejaksaan kini tengah meneliti berbagai hal teknis Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) di Kementerian Pertahanan (Kemhan) Tahun 2012–2021.
“Hasil penyidikan sejauh ini masih dilakukan penelitian dan pendalaman oleh Tim Ahli terkait spesifikasi teknis, dokumen barang, prosedur impor masuknya barang ke Indonesia dan aspek lainnya untuk memperkuat pembuktian dugaan tindak pidana tersebut,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Selasa (5/7).
Terkait itu, lanjut Ketut, Tim Ahli dan Penyidik Koneksitas pada Senin kemarin (4/7/2022), melakukan pemeriksaan barang-barang eks impor pengadaan User Terminal atau Ground Segment Satelit 123° BT yang dikerjakan oleh Navayo International A.G. di Kemhan.
“Keberadaan barang-barang tersebut terkait dengan Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT pada Kemhan Tahun 2012–?2021,” katanya.
Pemeriksaan tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Koneksitas Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PRINT-02/PM/PMpd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022 jo. PRINT-04/PM/PMpd.1/06/2022 tanggal 15 Juni 2022.
Ketut menjelaskan, Tim Penyidik Koneksitas juga tengah fokus mendalami kontrak Navayo International A.G. selaku pihak yang mengerjakan pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT.
Dalam kasus ini, Tim Penyidik Koneksitas telah menetapkan 3 orang tersangka. Pertama, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan (Kemhan), Laksamana Muda atau Laksda (Purn) AP.
Direktur Penindakan (Dirdak) Jampidmil Kejaksaan Agung (Kejagung), Brigjen TNI Edy Imran, dalam konferensi pers hybrid dari Kejagung, Jakarta, Rabu (15/6/2022), mengatakan, tersangka selanjutnya adalah ?Direktur Utama PT Dini Nusa Kesuma (PT DNK), SCW; dan ketiga, Komisaris Utama PT DNK, AW.
Ia menjelaskan, perbuatan para tersangka tanpa adanya Surat Keputusan dari Menteri Pertahanan (Menhan) dalam hal penunjukan langsung kegiatan sewa satelit. Padahal, kegiatan tersebut menyangkut pertahanan negara yang harus ditetapkan oleh Menhan.
Selain itu, tidak dibentuk Tim Evaluasi Pengadaan (TEP), tidak ada penetapan pemenang oleh Menhan selaku Pengguna Anggaran (PA) setelah melalui evaluasi dari TEP, dan kontrak ditandatangani tanpa adanya anggaran untuk kegiatan dimaksud.
Selanjutnya, kontrak tidak didukung dengan adanya Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang seharusnya melibatkan tenaga ahli, kontrak tidak meliputi Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) dan Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) sebagaimana seharusnya kontrak pengadaan.
“Kontrak tidak terdapat kewajiban bagi pihak Avantee untuk membuat/menyusun kemajuan pekerjaan atau sewa satelit Artemis,” ujarnya.
Selanjutnya, tidak adanya bukti dukung terhadap tagihan yang diajukan, spesifikasi Satelit Artemis yang disewa tidak sama dengan satelit yang sebelumnya (satelit Garuda) sehingga tidak dapat difungsikan dan sama sekali tidak bermanfaat.
Akibat perbuatan para tersangka itu telah merugikan keuangan negara, yakni pembayaran sewa satelit dan putusan arbitrase sebesar Rp480.324.374.442 (Rp480,3 miliar) dan pembayaran konsultan sebesar Rp20.255.408.347 (Rp20,2 milir).
“Total [kerugian] Rp.500.579.782.789 yang telah dilakukan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP),” ujarnya.
Tim Penyidik Koneksitas secara intens melakukan koordinasi dengan BPKP untuk menentukan unsur-unsur yang memenuhi terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara ini.
“Hasil audit BPKP telah dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu audit internal, audit atas tujuan tertentu, dan audit investigasi,” ujarnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan keterangan para saksi secara maraton serta alat bukti lainnya, baik berupa dokumen, surat, rekaman video, rekaman suara serta alat bukti lainnya terdapat unsur-unsur yang kuat dan meyakinkan patut diduga bahwa telah terjadi kerugian negara dalam proses pengadaan dan sewa Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) tersebut.
Edy menjelaskan, AP yang merupakan Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemhan periode Desember 2013 sampai dengan Agustus 2016 bersama-sama dengan tersangka SCW dan AW secara melawan hukum merencanakan dan mengadakan kontrak sewa satelit dengan pihak Avantee.
Perbuatan tersebut bertentangan dengan beberapa peraturan perundang-undangan, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Pasal 8, Pasal 13 dan Pasal 22 Ayat (1), dan Pasal 38 Ayat (4).
Selanjutnya, Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia, yakni Pasal 16, Pasal 27, dan Pasal 48 Ayat (2).
Atas perbuatan tersebut, para tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP, Pasal 3 junco Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Koneksitas Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PRINT-02/PM/PMpd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022, Tim Penyidik Koneksitas melakukan penyidikan terhadap Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT pada Kemhan Tahun 2012-2021 yang dilakukan oleh pelaku oknum prajurit TNI dan pelaku sipil.
Tim Penyidik Koneksitas telah melakukan pemeriksaan terhadap 47 orang saksi yang terdiri dari unsur TNI dan purnawirawan berjumlah 18 orang, saksi sipil berjumlah 29 orang, dan permintaan keterangan ahli berjumlah 2 orang.
“Tim Penyidik Koneksitas juga telah melakukan penggeledahan terhadap 2 perusahaan swasta, dalam hal ini Kantor PT DNK di Kawasan Prapanca, Jakarta Selatan dan Panin Tower Lt. 18A Kawasan Senayan City, Jakarta Pusat,” katanya.
Penyidik juga menggeledah satu unit apartemen yang merupakan tempat tinggal dari SCW, Dirut PT DNK serta mengumpulkan barang bukti, termasuk barang bukti surat dan barang bukti elektronik (BBE).
“Dengan bukti tersebut telah diperoleh bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan 3 orang tersangka tersebut,” ujarnya.