Semarang, Gatra.com- Lestarikan kebaya di era modern, para tokoh dan ratusan perempuan Semarang ramai-ramai mengikuti Parade Kebaya Nasional, pada Sabtu (2/7) kemarin di Balaikota Semarang. Parade Kebaya Nasional ini digelar dalam rangka menetapkan Hari Kebaya Nasional sebagai upaya pengajuan kepada Unesco untuk menjadi warisan budaya tak benda.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati yang hadir dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa karakter sebuah bangsa dikenal dari perempuannya. Oleh sebab itu ia mengajak pada para perempuan untuk saling mendukung dan menginspirasi melalui busana.
"Marilah sesama perempuan saling mendukung dan menginspirasi, jika kita bicara kebaya maka tidak akan lepas dari perempuan," ucap Bintang dalam keterangan tertulisnya, Minggu (3/7).
Sementara itu, Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kementerian Kominfo, Septriana Tangkary mengatakan bahwa kebaya merupakan warisan leluhur bangsa indonesia yang merupakan hasil dari akulturasi dengan budaya-budaya lainnya.
"Kebaya bukan hanya pakaian yang kita kenakan, namun kebaya memiliki filosofi salah satunya bentuknya melambangkan kesederhanaan, anggun dan penuh kepribadian," jelas dia.
Potongan yang membentuk tubuh melambangkan wanita yang harus bisa menjaga diri serta jarik dan stagen melambangkan lemah lembut. Oleh sebab itu, lanjut Septriana, kebaya menjadi lambang nilai-nilai yang diharapkan dari seorang perempuan, yakni dapat beradaptasi, luwes, lemah lembut, sabar, dan mandiri menjaga diri sendiri.
"Dengan penggunaan kebaya kita dapat memberikan nilai filosofi dan keberagaman daerah yang ada di Indonesia," tegasnya. "Kali ini saya menampilkan kain dari Lampung karena menyamakan presepsi yang sama untuk menjadikan pakaian kebaya sebagai pakaian nasional," tambah Septriana.
Sebagai warisan leluhur yang sarat makna akan filosofi hidup, sudah selayaknya kebaya harus dilestarikan, dan menjadi bagian hidup agar tidak tergerus oleh tren fashion.