Banyumas, Gatra.com – Banyumas Institute bekerja sama dengan Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Banyumas, Jawa Tengah telah menggelar diskusi bertajuk ‘Sejarah Banyumas ditinjau dari kebudayaan dan perkembangan pengaruh pada kerajaan Sunda dan Jawa’ di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP), UMP, Senin (27/6).
Direktur Banyumas Institute Prof DR Sugeng Priyadi mengatakan, sejarah lokal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan sejarah nasional Indonesia.
“Sebagai micro-unit, sejarah lokal Banyumas akan memberi sumbangan bagi historiografi Indonesia. Sejarah Banyumas mencerminkan kearifan lokal agar masyarakat Banyumas lebih cerdas dan tangkas dalam memberikan reaksi terhadap tantangan zaman,” jelas Sugeng, dalam keterangan tertulis, Selasa (28/6) malam.
Diketahui, wilayah Banyumas berada di perbatasan dua budaya besar di pulau Jawa. Keduanya mempengaruhi budaya Banyumas, yang mahfum disebut sebagai Banyumas raya. Beberapa kabupaten dengan bahasa identik, di antaranya, Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen.
Ketua MGMP SMP SMA Kabupaten Demak Nur Qosim, mengatakan, ingin mempelajari budaya Banyumas, yang masih dianggap aneh oleh sebagian orang Jawa wetanan. Keunikan dari Bahasa ngapak yang berbeda dengan bahasa bandhek dianggap perlu diketahui.
“Kami ingin mempelajari sejarah Banyumas lebih dalam. Kami orang pesisiran atau wetanan (Timur) itu merasa kebudayaan Banyumas di anggap aneh oleh orang jawa umumnya. Padahal orang Banyumas juga sebagai orang jawa. Mungkin karena ketidaktahuan tentang sejarah dan kebudayaan Banyumas,” ucap Qosim.
Sementara, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Al Islam Kemuhammadiyahan Akhmad Darmawan, mengatakan, budaya menjadi salah faktor yang mempengaruhi karakter penduduk.
“Budaya, saya kira sangat mempengaruhi karakter penduduk dimana budaya itu berkembang termasuk Budaya Banyumasan. Karena itu UMP berkomitmen dengan budaya local. UMP mendirikan Banyumas Institute yang didalamnya ada tokoh sentral ahli di bidang Banyumas Professor Sugeng adalah sejarah Banyumas,” kata Darmawan.
Lebih lanjut ia, mengatakan perlu adanya kegiatan yang menunjang terhadap budaya lokal Banyumasan agar dapat tetap eksis dan perekonomian berbasis budaya dapat meningkat.
“Sekarang jarang sekali ada ketoprak, nah ini mungkin Banyumas Institute Prof Sugeng ada ketoprak Banyumasan dulu bagus banget. Mengeksplore seni-seni budaya ke Banyumasan dan dengan adanya sejarah ini akan memperkuat posisi pariwisata di Indonesia,” ujarnya.