Yogyakarta, Gatra.com - Tantangan ekonomi hingga tahun 2024 mendatang perlu segera diantisipasi sejak dini, salah satunya adalah masalah stabilitas harga dan pasokan pangan.
Apalagi saat ini berbagai negara tengah menghadapi krisis pangan akibat berlanjutnya perang Rusia-Ukraina, gangguan rantai pasok, cuaca ekstreem, hingga naiknya biaya input pertanian.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira dalam pesan tertulisnya, Senin (27/6).
Ia memaparkan, menurut riset World Economic Forum, saat ini tengah terjadi living cost crisis, atau krisis akibat kenaikan biaya hidup khususnya di negara maju.
"Tingkat inflasi Indonesia sejauh ini masih berada di level rendah yakni 3,5% yoy, dibanding Eropa dan AS yang berada diatas 8%. Namun, pemerintah tidak boleh terlena," ujarnya.
Salah satu peran pemerintah yang penting dalam menghadapi ketidakpastian dan tantangan pangan tersebut dihadai Satuan Tugas Pangan. Fungsi Satgas Pangan sebagai pengawas rantai pasok bahan pangan baik impor maupun pangan yang bersumber didalam negeri menjadi modal keseriusan Pemerintah yang harus didukung.
“Setiap ada sinyal kenaikan harga pangan akan muncul risiko penimbunan. Tugas Satgas Pangan sebagai garda terdepan tentu diharapkan bukan saja membongkar praktik penimbunan, tapi juga melakukan upaya pencegahan seperti menghidupkan early warning system (peringatan dini) di titik distribusi yang rawan apabila ada kejanggalan terkait jumlah pasokan maupun harga," tuturnya.
Bhima menambahkan, jelang pemilu di tahun politik 2024, dimungkinkan akan muncul potensi-potensi impor bahan pangan. Hal ini perlu diantisipasi dengan memaksimalkan ketugasan satgas pangan secara optimal.
Sejauh ini kerja-kerja Satgas Pangan perlu mendapatkan dukungan dari seluruh pihak. “Perlu diapresiasi upaya Satgas Pangan dalam menangani berbagai kasus pangan, misalnya kasus minyak goreng repacking, hingga kebocoran minyak goreng keluar negeri selama terjadi pelarangan ekspor beberapa waktu lalu," ujarnya.
Menurutnya, Satgas Pangan cukup sigap dalam memberantas praktik spekulan pangan, sehingga memberikan terapi kejut kepada oknum yang ingin meraup untung berlebih ditengah kenaikan harga pangan.
"Harapan ke depan Satgas Pangan juga dapat melakukan pengetatan pengawasan khususnya di titik perbatasan," ujarnya.
Menurutnya, pengawasan impor pangan jelang hajatan Pemilu pun selalu menarik perhatian. Selain akurasi data pangan yang wajib dimutakhirkan secara berkala, pengawasan importir pangan juga menjadi hal yang perlu diperhatikan. Pasalnya, impor pangan kerap meningkat menjelang gelaran pemilu.
"Memang harus diakui beberapa kebutuhan pangan seperti bawang putih, gandum hingga gula masih bergantung pada impor, namun kepatuhan terhadap aturan yang berlaku tidak boleh dikesampingkan," kata Bhima.
“Selama Satgas Pangan membantu investigasi atas pelanggaran pada importir yang tidak memiliki izin, kemudian ditindaklanjuti oleh Kementerian teknis dengan memberikan sanksi bagi importir nakal, maka masyarakat tidak perlu khawatir atas pengawasan impor pangan," imbuhnya.
Ia menyatakan kasus impor bawang putih dimana 48.000 ton bawang putih tidak memiliki RIPH (Rekomendasi Impor Produk Holtikultura) telah berhasil dilaporkan dan sanksi diberikan ke importir. Hal ini merupakan langkah yang membuat publik percaya terhadap kinerja Satgas Pangan.
Selain impor, pengawasan distribusi pupuk tidak kalah penting. Indeks harga pupuk di tingkat internasional telah naik 188% dibanding tahun 2021 lalu. "Imbas dari konfik Ukraina-Rusia membuat biaya produksi pupuk melonjak signifikan," katanya.
Sementara anggaran subsidi pupuk tahun 2022 sebesar Rp 25 triliun untuk alokasi sekitar 8,87 juta ton hingga 9,55 juta ton. “Tentu, ketika terjadi keterbatasan anggaran subsidi pupuk, upaya yang bisa dioptimalkan adalah pengawasan distribusi sehingga penyaluran pupuk subsidi bisa lebih tepat sasaran," ucap Bhima.
“Tentu tugas memperkuat Satgas Pangan harus dibarengi dengan berbagai langkah kebijakan lain seperti menambah alokasi subsidi pangan, hingga penambahan produktivitas lahan dengan bantuan program reforma agraria, pemberian alsintan dan adopsi teknologi," pungkas Bhima.