Jakarta, Gatra.com - PT Bank Mandiri Tbk akhirnya buka suara soal kasus PT Titan Infra Energi (TIE). Namun pernyataan Mandiri melalui keterbukaan infornasi publik di Bursa Efek Indonesia dinilai normatif. Dalam keterangannya, Mandiri menyatakan utang Titan kepada kreditur sindikasi berstatua non performing loan alias macet.
Sejatinya Direktur Utama Titan Darwan Siregar enggan mengomentari terlalu jauh surat yang disampaikan Bank Mandiri kepada BEI itu. Darwan menilai, pernyataan tersebut sebagai sangat normatif.
"Pernyataan NPL itu sangat berlebihan. Buktinya, kita masih bayar," kata Darwan dalam rilis yang diterima Minggu (26/6) malam.
Darwan mengakui, Titan punya kredit dan kewajiban mengembalikannya kepada bank (kreditur). Namun perjanjian kredit itu berlaku sampai November 2023 nanti. Kredit sebesar USD450 juta itu dengan jaminan seluruh aset, saham, jaminan perusahaan, anak perusahaan maupun jaminan pribadi.
Darwan pun menjelaskan, sebenarnya pihaknya juga berupaya melakukan penangguhan pembayaran pada 2020 lalu lantaran dampak pandemi Covid 19 yang melanda dunia, sehingga harga komoditas energi termasuk batubara terjun bebas ke titik terendah.
Proposal penundaan itu bukan tanpa alasan. Karena begitu Pemerintah Indonesia mengumumkan adanya pandemi Covid 19, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga meluncurkan beleid relaksasi kredit. Titan pun berusaha mengikuti kebijakan relaksasi kredit tersebut.
Namun, sepanjang tiga tahun terakhir ini, upaya restrukturisasi kredit yang disodorkan Titan ke kreditur sindikasi yang termasuk Bank Mandiri, selalu bertepuk sebelah tangan.
"Sebagai bentuk niat baik, kami akan segera datangi kembali Bank Mandiri. Sebagai nasabah, kami berharap komunikasi bisa berjalan lebih baik lagi," harap Darwan.
Sebagai bukti niat baik itu, Titan terus berupaya mengangsur kredit sindikasi tersebut. Pada 2021 misalnya, Titan melakukan pembayaran lebih dari USD 46 juta dan sampai dengan bulan Juni di tahun 2022 lebih dari USD 35 juta.
Pengacara Titan Haposan Hutagalung menambahkan, situasi pandemi adalah merupakan keadaan terpaksa sehingga Titan tidak mampu mencicil utangnya secara penuh. Dan dalam undang-undang dalam situasi keterpaksaan karena pandemic Covid 19 tersebut.
Dia mengutip pasal 19 ayat (2) UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. “Undang-undang ini berbunyi, berbunyi, tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang,” kutip Haposan.
Selain itu, yurisprudensi putusan Mahkamah Agung Nomor: 93K/Kr/1969 tertanggal 11 Maret 1970, dalam pertimbangan hukumnya jelas menyatakan, “Sengketa hutang-piutang adalah merupakan sengketa perdata,” ujar Haposan.
Pernyataan Haposan tersebut dipertegas guru besar hukum perdata dari Universitas Gadjah Mada, Profesor M Hawin. Dia menjelaskan, perjanjian kredit fasilitas yang disepakati Titan dan kreditur sindikasi PT Bank Mandiri Tbk, Credit Suisse AG Cabang Singapura, PT Bank CIMB Niaga, dan Trafigura Pte Ltd merupakan murni perikatan perdata.
Perikatan yang ditandatangani pada 28 Agustus 2018 tersebut memiliki alas hukum sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata. Hawin menambahkan, dalam pasal 1320 tersebut ada empat aspek yang telah terpenuhi. Mulai dari objek yang diperjanjikan, kecapakapan para pihak yang terlibat, suatu sebab yang tidak dilarang hingga yang terutama adalah kesepakatan para pihak.
Kalau kemudian Bank Mandiri menuding kliennya melakukan tindak pidana penggelapan dan tindak pidana pencucian uang, jelas perlu pembuktian yang amat cermat. Mantan Dekan Fakultas Hukum UGM menyatakan, peluang Titan melakukan transfer gelap nyaris tidak dapat dilakukan.
Perlu diketahui, seluruh akun bank yang digunakan perjanjian kredit adalah milik Titan dan anak-anak usahanya ini menggunakan rekening Bank Mandiri, yang juga bertindak selaku Agen. Isi akun itu hanya bisa didebet kreditur sindikasi pada saat jatuh tempo cicilan pembayaran kredit.
Alur transaksi kas yang ada, baik di Rekening Operasional (Operational Account), Rekening Penagihan (Collection Account) maupun rekening DSA (Debt Service Account) yang disepakati dalam perjanjian CAMA sudah mengatur kesepakatan detail tentang seluruh akun-akun tersebut serta CAMA juga didasarkan pada Hukum Negara Inggris.
“Ini semua ranah hukum perdata,” ujar Hawin.
Tim Ahli Dewan Pertimbangan Presiden yang juga Sekretaris Dewan Penasihat DPN Peradi, Adi Warman mengkhawatirkan masalah yang membelit Titan bagian dari skenario praktik industrial hukum.
Praktik industrial hukum, sederhananya, menggunakan berbagai instrumen seperti polisi, jaksa, pengacara, dokumen, untuk mengambil apa yang menjadi milik orang lain, misal sebuah perusahaan.
“Kalau ini bagian dari praktik industrial hukum, pemerintah tidak boleh diam," tegas Adi Warman, beberapa waktu lalu.
Apalagi Presiden Joko Widodo sudah memerintahkan aparat penegak hukum dan birokrasi untuk melindungi investasi nasional maupun asing di Tanah Air.