Jakarta, Gatra.com- Pemerintah Indonesia mendorong pembahasan empat isu prioritas selama pertemuan Education Working Group G20. Ketua Kelompok Kerja Pendidikan G20, Iwan Syahril mengatakan dalam pertemuan ketiga, isu yang dibahas adalah Solidarity and Partnership dan the Future Work Post Covid-19.
"Pertama itu tentang universal quality education atau pendidikan berkualitas untuk semua," kata Iwan dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 bertema “Pendidikan Berkualitas Hadapi Dunia Kerja Pascapandemi” pada Kamis, (23/6).
Indonesia, jelas Iwan, menekankan pentingnya menguatkan komitmen untuk mencapai pendidikan berkualitas bagi semua dalam mencapai SDGs. Juga tak kalah penting adalah menekankan komitmen melindungi kelompok-kelompok rentan terhadap learning loss paparnya.
Kelompok rentan yang dimaksud Iwan, dapat didefinisikan sebagai kondisi sosial ekonomi, geografis dan parameter lainnya seperti gender. Indonesia mendorong negara-negara anggota untuk memproteksi kelompok ini.
"Di sini Indonesia mengajak negara-negara G20 untuk menguatkan komitmen, bukan saja untuk mencapai SDGs tapi juga agar melindungi kelompok yang paling rentan secara global. Karena kelompok ini bisa secara domestik tapi juga secara global," paparnya.
Selanjutnya, Iwan mengatakan, Indonesia juga mendorong pembahasan penerapan digital teknologi dan education. Tema ini dipilih melihat disrupsi akibat pandemi yang terjadi, dimana banyak pemangku kepentingan, utamanya bidang pendidikan mulai mengadopsi teknologi.
Iwan mengatakan, Indonesia melihat pentingnya memanfaatkan teknologi. Hal ini sebagaimana arahan Presiden Jokowi yang menugaskan Kementerian Pendidikan Tinggi agar mendorong penggunaan teknologi untuk memecahkan masalah akses, masalah kualitas dan masalah pemerataan pendidikan kita.
"Sehingga kita terakselerasi memacu kualitas yang mungkin masih tertinggal, namun kita bisa melakukan lompatan. Pada saat yang sama, kita juga harus memperhatikan kelompok-kelompok yang rentan," ujar Iwan.
Ketiga adalah solidarity dan partnership. Menurutnya, tema ini menjadikan keunikan presidensi Indonesia, utamanya di Education Working Group. Sebab Indonesia mengusung kearifan lokal Indonesia yakni "gotong royong" ke dunia internasional, secara khusus kepada negara-negara anggota dan undangan.
"Alhamdulillah, kita didukung dengan luar biasa. Bahkan pada saat ini, negara G20 di Education Working Group itu mengusulkan memasukan gotong royong sebagai bagian dari deklarsi. Bahkan gotong royong itu menjadi salah satu frame work yang digunakan untuk pemulihan pendidikan," paparnya.
Keempat, Iwan menyampaikan, isu seputar masa depan dunia kerja pascapandemi atau The Future Work Post Covid-19. Tema ini diangkat, jelas Iwan, setelah melihat disrupsi yang terjadi semakin cepat dan masif selama pandemi covid-19.
"Masa pandemi itu lebih mendisrupsi. Jadi revolusi 4.0 itu semakin terdisrupsi. Sehingga kita perlu memikirkan ulang bersama-sama bagaimana tentunya relevansinya dunia pendidikan untuk mempersiapkan SDM-SDM kita di masa mendatang," ungkapnya.
Sementara itu, Tim Juru Bicara (Jubir) G20, Maudy Ayunda mengatakan masalah pendidikan merupakan isu yang sangat kompleks. Hal ini dikatakan Maudy ketika ditanya penyebab adanya kesenjangan dan rendahnya tingkat pendidikan di beberapa wilayah di Indonesia.
Menurutnya, performa seorang anak dalam pendidikan tergantung pada banyak hal seperti para orang tua, guru, motivasi diri. Selain itu, juga tergantung pada sumber daya penunjang lainnya seperti sekolah, akses terhadap teknologi dan informasi dan lain sebagainya.
"Saya rasa kalau kita berbicara tentang pendidikan, itu adalah isu yang sangat kompleks. Wheather or not seorang anak itu perform, itu dependent on tadi stakeholder guru, orang tua, motivasi diri sendiri, tapi juga resources, sekolah, teknologi, akses terhadap informasi dan sebagainya," ungkap Maudy.
Maka dari itu, Maudy menegaskan, rendahnya mutu pendidikan seseorang tidak bisa dilihat dari satu faktor saja. Namun belajar dari kondisi selama pandemi covid-19, Maudy menjelaskan, hal yang diperlukan adalah komitmen.
"Saya rasa di manapun kita berada, kalau ada motiviasi intrinsik yang sangat besar dari anak tersebut untuk belajar, ada caranya gitu dengan self learning, mencari sendiri, lewat internet, berbicara dengan orang lain," terangnya.
Sehingga, harap Maudy, menjadi pekerjaan rumah bersama saat ini adalah bagaimana membangun budaya mau belajar. Ia menambahkan, kemauan bukan hanya pada anaknya saja, namun juga pada stakeholder di sekitarnya yang ingin melayani anak tersebut.
"Mungkin sekarang yang harus dibangun adalah budaya kemauan itu tadi. Dan kemauan itu bukan hanya di anaknya, tapi juga di stakeholder di sekitarnya yang ingin melayani anak tersebut. Gimana caranya memberi support terhadap anak tersebut dan customize juga karena setiap anak itu tidak ada yang sama," ungkapnya.Jakarta, Gatra.com- Pemerintah Indonesia mendorong pembahasan empat isu prioritas selama pertemuan Education Working Group G20. Ketua Kelompok Kerja Pendidikan G20, Iwan Syahril mengatakan dalam pertemuan ketiga, isu yang dibahas adalah Solidarity and Partnership dan the Future Work Post Covid-19.
"Pertama itu tentang universal quality education atau pendidikan berkualitas untuk semua," kata Iwan dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 bertema “Pendidikan Berkualitas Hadapi Dunia Kerja Pascapandemi” pada Kamis, (23/6).
Indonesia, jelas Iwan, menekankan pentingnya menguatkan komitmen untuk mencapai pendidikan berkualitas bagi semua dalam mencapai SDGs. Juga tak kalah penting adalah menekankan komitmen melindungi kelompok-kelompok rentan terhadap learning loss paparnya.
Kelompok rentan yang dimaksud Iwan, dapat didefinisikan sebagai kondisi sosial ekonomi, geografis dan parameter lainnya seperti gender. Indonesia mendorong negara-negara anggota untuk memproteksi kelompok ini.
"Di sini Indonesia mengajak negara-negara G20 untuk menguatkan komitmen, bukan saja untuk mencapai SDGs tapi juga agar melindungi kelompok yang paling rentan secara global. Karena kelompok ini bisa secara domestik tapi juga secara global," paparnya.
Selanjutnya, Iwan mengatakan, Indonesia juga mendorong pembahasan penerapan digital teknologi dan education. Tema ini dipilih melihat disrupsi akibat pandemi yang terjadi, dimana banyak pemangku kepentingan, utamanya bidang pendidikan mulai mengadopsi teknologi.
Iwan mengatakan, Indonesia melihat pentingnya memanfaatkan teknologi. Hal ini sebagaimana arahan Presiden Jokowi yang menugaskan Kementerian Pendidikan Tinggi agar mendorong penggunaan teknologi untuk memecahkan masalah akses, masalah kualitas dan masalah pemerataan pendidikan kita.
"Sehingga kita terakselerasi memacu kualitas yang mungkin masih tertinggal, namun kita bisa melakukan lompatan. Pada saat yang sama, kita juga harus memperhatikan kelompok-kelompok yang rentan," ujar Iwan.
Ketiga adalah solidarity dan partnership. Menurutnya, tema ini menjadikan keunikan presidensi Indonesia, utamanya di Education Working Group. Sebab Indonesia mengusung kearifan lokal Indonesia yakni "gotong royong" ke dunia internasional, secara khusus kepada negara-negara anggota dan undangan.
"Alhamdulillah, kita didukung dengan luar biasa. Bahkan pada saat ini, negara G20 di Education Working Group itu mengusulkan memasukan gotong royong sebagai bagian dari deklarsi. Bahkan gotong royong itu menjadi salah satu frame work yang digunakan untuk pemulihan pendidikan," paparnya.
Keempat, Iwan menyampaikan, isu seputar masa depan dunia kerja pascapandemi atau The Future Work Post Covid-19. Tema ini diangkat, jelas Iwan, setelah melihat disrupsi yang terjadi semakin cepat dan masif selama pandemi covid-19.
"Masa pandemi itu lebih mendisrupsi. Jadi revolusi 4.0 itu semakin terdisrupsi. Sehingga kita perlu memikirkan ulang bersama-sama bagaimana tentunya relevansinya dunia pendidikan untuk mempersiapkan SDM-SDM kita di masa mendatang," ungkapnya.
Sementara itu, Tim Juru Bicara (Jubir) G20, Maudy Ayunda mengatakan masalah pendidikan merupakan isu yang sangat kompleks. Hal ini dikatakan Maudy ketika ditanya penyebab adanya kesenjangan dan rendahnya tingkat pendidikan di beberapa wilayah di Indonesia.
Menurutnya, performa seorang anak dalam pendidikan tergantung pada banyak hal seperti para orang tua, guru, motivasi diri. Selain itu, juga tergantung pada sumber daya penunjang lainnya seperti sekolah, akses terhadap teknologi dan informasi dan lain sebagainya.
"Saya rasa kalau kita berbicara tentang pendidikan, itu adalah isu yang sangat kompleks. Wheather or not seorang anak itu perform, itu dependent on tadi stakeholder guru, orang tua, motivasi diri sendiri, tapi juga resources, sekolah, teknologi, akses terhadap informasi dan sebagainya," ungkap Maudy.
Maka dari itu, Maudy menegaskan, rendahnya mutu pendidikan seseorang tidak bisa dilihat dari satu faktor saja. Namun belajar dari kondisi selama pandemi covid-19, Maudy menjelaskan, hal yang diperlukan adalah komitmen.
"Saya rasa di manapun kita berada, kalau ada motiviasi intrinsik yang sangat besar dari anak tersebut untuk belajar, ada caranya gitu dengan self learning, mencari sendiri, lewat internet, berbicara dengan orang lain," terangnya.
Sehingga, harap Maudy, menjadi pekerjaan rumah bersama saat ini adalah bagaimana membangun budaya mau belajar. Ia menambahkan, kemauan bukan hanya pada anaknya saja, namun juga pada stakeholder di sekitarnya yang ingin melayani anak tersebut.
"Mungkin sekarang yang harus dibangun adalah budaya kemauan itu tadi. Dan kemauan itu bukan hanya di anaknya, tapi juga di stakeholder di sekitarnya yang ingin melayani anak tersebut. Gimana caranya memberi support terhadap anak tersebut dan customize juga karena setiap anak itu tidak ada yang sama," ungkapnya.