Home Gaya Hidup Padusi, Kunci Utama Membangun Keluarga Islami di Minangkabau

Padusi, Kunci Utama Membangun Keluarga Islami di Minangkabau

Padang, Gatra.com- Selaku masyarakat yang menganut paham matrilineal, padusi (perempuan) mendapat kedudukan yang tinggi dalam tataran masyarakat Minangkabau.

Perempuan Minangkabau ini dilambangkan limpapeh rumah nan gadang, sebagai bentuk kebesaran dan kemuliaan dalam menjaga marwah perempuan Minang. Baik dalam keluarga, maupun dalam kaumnya (suku).

Bagi perempuan dewasa, di Minangkabau seringkali disebut Bundo Kanduang. Gelar yang disematkan pada Bundo Kanduang bukan hanya sekadar hiasan fisik, namun lebih menekankan pada kepribadiannya sebagai perempuan Minang.

"Jadi tak semua perempuan di Minang bisa disebut Bundo Kanduang," kata Ketua Bundo Kanduang Sumatera Barat (Sumbar), Puti Reno Raudha Thaib, pada makalah yang disadur Gatra.com, Senin (20/6).

Makalah bertajuk Penguatan Kedudukan dan Peran Bundo Kanduang Kaum dalam Peradaban Islam (ABS-SBK) itu, juga telah disampaikan Puti dalam kegiatan Unduang-Unduang ka Madinah, Payuang Panji ka Sarugo yang digelar Dinas Kebudayaan Sumbar pada 14-17 Juni 2022 lalu.

Dikatakan perempuan yang akrab disapa Bundo ini, Bundo Kanduang harus memahami ketentuan adat yang berlaku, punya rasa malu dan sopan santun, tahu basa-basi, dan tahu cara perpakaian yang pantas.

Sekalipun demikian, Puti tak menampik, akhir-akhir ini banyak perempuan Minang yang mulai terpengaruh modernisasi. Padahal, tatanan hidup perempuan Minang harus berdasarkan Adat Basandi Syarak - Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

"Zaman sekarang banyak perempuan yang tak punya rasa malu. Bergoyang-goyang di TikTok, curhat dan mengumbar-ngumbar aib keluarga di sosial media," ujarnya.

Padahal dalam peradaban Islam, sebut Puti, konsep diri Bundo Kanduang harus merujuk pada ABS-SBK. Selaku ciptaan Tuhan yang terbaik dan sempurna, maka dalam bersikap, berpikir, berperilaku, serta berbudaya yang syariat Islam.

Menurutnya, Bundo Kanduang merupakan contoh dan teladan budi bagi masyarakatnya, kaumnya, dan bagi keluarganya. Ia sosok ibu berwibawa, arif bijakasana, suri teladan, memakai raso-pareso, dan sopan santun bertutur.

Selain itu, dalam rumah tangga, perempuan Minang merupakan pemilik semua sako dan pusako kaum yang diwariskan garis keturunan. Maka dari itu pul, perempuan Minang lebih mandiri dan tidak terlalu bergantung kepada laki-laki (suami).

"Jika diibaratkan perusahaan, kedudukan perempuan ialah Mande Soko pemilik sako dan pusako, alias Presiden Komisaris, laki-laki sebagai mamak kaum atau pelaksana (direksi)," terangnya.

Dengan alasan itu pula, sebut pensiunan Dosen Universitas Andalas (Unand) Padang ini, perempuan Minang harus bisa memberi warna, arah, dan pendidikan bukan hanya untuk keluarga inti, tapi juga bagi semua anggota kaumnya.

Ia berpendapat, bagi perempuan Minangkabau yang memahami konstelasi ini, tidak lagi perlu menuntut kesetaraan jender atau emansipasi. Pasalnya, melalui sistem matrilineal, pada hakikatnya kedudukan dan peran perempuan sudah melebihi yang dibutuhkan masyarakat modern.

"Perempuan Minang tidak cengeng, baukan lebih mandiri. Dia tidak akan tercabut dari kaum atau sukunya walau telah bersuami dengan siapapun," tuturnya.

Puti mengungkapkan, karakteristik perempuan Minang berdasarkan ABS-SBK, yakni alua jo patuik (kepantadan dan kepatutan), ukua jo jangko (ukuran dan alokasi waktu), barih jo balabeh (hukum dan aturan), raso jo pareso (pemikiran dan perasaan), dan anggo tanggo (etika, moral, akhlak).

Dijelaskan, selaku limpapeh rumah nan gadang, perempuan di Minangkabau sebagai tiang utama dalam rumah tangga. Bila padusi menjalankan adatnya dengan baik, secara otomatis keluarga/kaum itu akan menjalankan ajaran Islam dengan baik pula.

"Sebab padusi, umbun puruak pagangan kunci, atau pemegang kunci dalam membangun keluarga yang Islami. Pusek jalo pumpunan ikan (jaringan perkauman), dan pengayom bagi keturunanya," tegas Puti.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Syaifullah menyebutkan kegiatan ini digelar dalam rangka memberikan pencerahan dan penguatan agar memaksimalkan peran Bundo Kanduang di tengah masyarakat Sumbar.

"Bundo Kanduang juga memiliki peran besar memberi saran dan pertimbangan bagi pemerintah daerah, terutama tentang adat dan budaya Minangkabau, untuk melestarikan Adat dan Sarak," jelas Syaifullah didampingi Fadhli Junaidi selalu Kabid Sejarah, Adat, dan Nilai-nilai Tradisi Disbud Sumbar.

Untuk diketahui, dalam kegiatan Unduang-Unduang ka Madinah, Payuang Panji ka Sarugo digelar Dinas Kebudayaan Sumbar ini, diikuti 60 Bundo Kanduang dari berbagai nagari (desa) di Kabupaten Limapuluh Kota, dan Kota Payakumbuh.

714