Wonogiri, Gatra.com - Bangunan yang digunakan belajar mengajar organisasi Khilafatul Muslimin di Wonogiri merupakan milik salahs satu anggota berinisial R. Sekolah tersebut didirikan di Dusun Jaten, Desa Wonokerto, Kecamatan Wonogiri Kota.
Kepala Desa Wonokerto, Suyanto, mengatakan, R merupakan warga asli kampung tersebut. Namun R sempat merantau ke Jakarta. Kemudian pada 2010 kembali ke Jaten dan menempati rumah tersebut. Pada saat itu R masih bolak-balik ke Jakarta. Namun, rumah itu sudah dipakai untuk berkumpul anggota Khilafatul Muslimin.
"Awalnya itu tanah milik orang tua R. Kemudian dibeli oleh R, dan akhirnya digunakan untuk kumpul kelompoknya (Khilafatul Muslimin)," katanya.
Dia menceritakan, pada 2014, R dan para anggotanya menggelar pengajian di masjid kampung dan diikuti warga sekitar. Saat itu R dan teman-temannya meminta izin ke Ketua RT dan Kepala Dusun setempat.
Pengajian itu diperbolehkan karena warga sekitar saat itu belum tahu tentang Khilafatul Muslimin. Hingga akhirnya warga mulai curiga lantaran terdapat ajaran agama yang tidak sesuai dengan syariat islam.
"Ajaran yang disampaikan mulai bertentangan, mengajak warga untuk berbaiat kepada amir Khilafatul Muslimin jika ingin hidup selamat," terangnya.
Sejak pengajian itu, warga sekitar mulai bertanya-tanya tentang ajaran yang disampaikan Khilafatul Muslimin. Terlebih, interaksi R dan anggota Khilafatul Muslimin lainnya dengan warga sangat kurang.
"Sejak awal di sini itu memang ada upaya ajakan kepada warga agar mau gabung ke kelompoknya. Sebenarnya perbuatan yang meresahkan itu tidak ada. Warga seperti main urat asap dengan mereka, menahan diri dengan sikap mereka," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dusun Jaten, Priyatno, menyebut, R dan anggota lainnya kembali menggelar pengajian pada 2016. Lokasinya berada di rumah R. Saat itu pengajian diikuti oleh seratusan orang yang didominasi kelompoknya dari luar daerah. Bahkan pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qadir Baraja, juga diketahui hadir dalam pengajian tersebut.
"Warga sini ada, tapi karena mereka belum paham. Saat itu pimpinannya (Abdul Qadir Baraja) datang ke sini. Kami belum tahu siapa, tahu pimpinannya itu ya belum lama ini," paparnya.
Hingga pada Februari 2021, R dan kelompoknya mendirikan sekolah. Awalnya ada penolakan dari warga. Kemudian kelompok itu mengajukan izin ke pihak pemerintah desa. Pihak pemerintah desa mengatakan jika tidak bisa memberikan izin karena tidak berwewenang penuh dan juga tidak menyertakan izin dari lingkungan.
"Pada saat awal-awal tidak begitu mempermasalahkan kegiatannya, karena memang belum tahu juga ajarannya," ucapnya.
Menurutnya, pada saat awal berdiri hanya ada empat murid yang sekolah di sana. Namun, seiring berkembangnya waktu, jumlah muridnya menjadi 15 orang. Semua murid yang juga tinggal di rumah itu berasal dari luar daerah, seperti Jepara, Klaten, Sukoharjo, Gunungkidul dan lain-lain.
"Gurunya ada tujuh orang. Yang memasak ada dua orang, itu juga dari kelompok mereka dari luar daerah. Kalau 15 orang murid itu juga ada laki-laki dan perempuan. Jadi semuanya dari luar Wonogiri," tandasnya.