Jakarta, Gatra.com - Reshuffle atau perombakan kabinet yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Rabu (15/06) kemarin dinilai kian menguatkan posisi koalisi politik pendukung pemerintah. Hal ini didasari dengan tidak adanya pencopotan nama-nama menteri yang berlatar belakang elit partai politik (parpol) dan dengan masuknya dua parpol tambahan yakni Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Bulan Bintang (PBB) ke dalam kabinet Indonesia Maju.
Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai langkah reshuffle kemarin tidak sebatas hanya soal evaluasi kinerja para menteri, namun juga sebagai upaya Jokowi dalam mengakomodasi kepentingan parpol dan pendukungnya.
”Kombinasi antara kepentingan akomodasi politik atau bagai-bagi jabatan dan evaluasi kinerja menteri itu terjadi di sini,” jelasnya saat dihubungi Gatra.com, Kamis (16/6).
Seperti diketahui, dalam reshuffle kemarin, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (Zulhas) mendapatkan jabatan Menteri Perdagangan, sementara Sekretaris Jenderal PBB, Afriansyah Noor dilantik sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan.
Ujang berpandangan, baru masuknya kedua parpol tersebut di jajaran kabinet itu lantaran adanya sejumlah dinamika yang terlebih dahulu harus dilalui. Menurutnya, tentu ada tarik ulur sebelum keputusan ini diambil oleh Jokowi mengingat partai-partai yang telah lebih lama berkoalisi tidak bisa langsung begitu saja menerima kedatangan dua parpol itu.
“Mungkin baru sekarang dirasa waktu yang tepat karena dinamika politik sedang stabil. Tentu butuh waktu untuk memberi posisi PAN & PBB,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menilai masuknya kedua parpol tersebut ke dalam kabinet kian menguatkan koalisinya dan hampir dipastikan mampu meredam gejolak dan resistensi yang muncul hingga sisa masa kepemimpinan Jokowi. “Dengan kombinasi kabinet seperti sekarang, menunjukkan Jokowi sangat powerful,”
Saat ini, sebut Adi, terdapat 4 ketua umum dan satu sekjen parpol dalam jajaran kabinet Jokowi. Dengan komposisi sekarang, Adi menyebut kini Jokowi setidaknya mampu mengkonsolidasikan mayoritas kekuatan partai politik nasional.
“Kalau dihitung rata-rata, ada 4-5 kekuatan partai politik bisa dikonsolidasikan, dikendalikan, bisa diintervensi oleh Jokowi,” ujarnya.