Jakarta, Gatra.com – Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan 2 orang tersangka kasus dugaan korupsi mafia tanah di Cipayung, Jakarta Timur (Jaktim) yang dilakukan Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Pemprov DKI.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, dalam keterangan diterima pada Rabu (15/6), menyampaikan, kedua orang tersangkanya yakni LD, oknum notaris dan MTT selaku pihak swasta.
Ashari menyampaikan, penyidik menetapkan mereka sebagai tersangka pada Senin, 13 Maret 2022. Mereka ditetapkan sebagai tersangka karena perannya ikut serta membantu pengadaan tanah di Cipayung, Jaktim.
“Telah menetapkan 2 orang tersangka, yakni LD selaku notaris, dan MTT selaku pihak swasta atau mafia pengadaan Tanah Setu Cipayung,” ujarnya.
Kejati DKI menetapkan kedua orang tersangka di atas berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-58/M.1/Fd.1/06/2022 tanggal 13 Juni 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-59/M.1/Fd.1/06/2022 tanggal 13 Juni 2022.
Kasus dugaan tindak pidana korupsi mafia tanah ini berawal pada 2018, Dinas Pertamanan dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta melakukan pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jaktim, terhadap 8 pemilik lahan.
“Pembebasan lahan guna kepentingan pengembangan RTH [Ruang Terbuka Hijau] DKI Jakarta,” kata Ashari.
Dalam pelaksanaan pembebasan lahan di RT 008 RW 03, Kelurahan Setu, Cipayung, lanjut dia, tidak ada dokumen perencanaan pengadaan tanah dan peta informasi Rencana Kota dari Dinas Tata Kota.
“Serta tidak ada permohonan informasi Asset kepada Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) dan tidak ada persetujuan Gubernur Provinsi DKI Jakarta,” katanya Ashari.
Bahkan, dalam proses pembebasan lahan tersebut, adanya kerja sama antara tersangka LD dengan MTT dan pihak lainnya yang belum ditetapkan sebagai tersangka. Sehingga lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, dapat dibebaskan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta.
“Tersangka LD bersama-sama dengan pihak lainnya telah melakukan pengaturan dan atau pengaturan harga terhadap 8 pemilik atas sembilan bidang tanah di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur,” ujarnya.
Menurut Ashari, pemilik lahan tersebut seharusnya hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1.600.000 per-meter. Namun berdasarkan peran kedua tersangka itu, Dinas Pertamanan dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta harus mengeluarkan uang rata-rata sebesar Rp2.700.000 per meter.
“Dengan demikian, total uang yang dibayarkan oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Provinsi DKI sebesar Rp46.499.550.000 [Rp 46 miliar lebih],” ujarnya.
Sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan, ujar Ashari, hanya sebesar Rp28.729.340.317 (Rp 28 miliar lebih). Sehingga, sisa uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati para tersangka dan pihak lainnya sebesar Rp 17.770.209.683,- (Rp 17,7 miliar).
"Uang tersebut kemudian dibagikan kepada sejumlah pihak, termasuk kepada pihak Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta dan pihak lainnya melalui tersangka MTT,” katanya.
Proses pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Cipayung, Jakarta Timur, telah menyalahi ketentuan Pasal 45 dan 55 Peraturan Gubernur Nomor 82 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum terkait Rencana Pengadaan.
Atas perbuatan tersebut, Kejati DKI Jakarta menyangka LD melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 Ayat (1), Pasal 13 Jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan MT disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 11, Pasal 12 huruf b Jo. Pasal 18 Ayat (1) huruf b UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.