Jakarta, Gatra.com – Jaksa Agung ST Burhanuddin telah menerbitkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 16 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Mafia Tanah yang dilaksanakan Bidang Intelijen, Pedata dan Tata Usaha Negara, dan Pidana Militer.
Kepala Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Selasa (14/6), menyampaikan, pemberantasan mafia tanah ini dikoordinir oleh Bidang Intelijen.
Bidang Itelijen bertugas berkoordinasi dan kerja sama dengan kementerian/lembaga terkait, termasuk koordinasi dalam pengamanan pelaksanaan tugas.Kemudian, menyediakan sarana aduan daring (online) yang dapat diakses masyarakat secara mudah.
Selanjutnya, melakukan optimalisasi dengan mengedepankan kualitas dan objektivitas dengan melibatkan stakeholders. Kemudian, pemberantasan mafia tanah mewujudkan wilayah bebas dari koupsi (WBK) dan wilayah birokrasi Bersih dan melayani (WBBM), good governance, dan penyelenggaraan pelayanan bidang pertanahan. Terakhir, pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang.
Ketut menyampaikan, Jaksa Agung juga menerbitkan Surat Perintah Jaksa Agung Nomor: PRIN-8/A/JA/01/2022 tentang Pembentukan Anggota Tim Pemberantasan Mafia Tanah yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, dan wakil sekretaris.
“Tim I (Sumatera, Kalimantan, Maluku, Maluku Utara) dengan 7 anggota, Tim II (Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat) dengan 7 anggota, dan Tim III (Sulawesi, Papua, Papua Barat) dengan 7 anggota,” katanya.
Terkait pemberantasan mafia tanah ini, Kejagung telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN). Kerja sama lintas sektoral tersebut dituangkan dalam Nota Kesepahaman dan Perjanjian Kerja Sama pada tanggal 21 Januari 2020.
Kerja sama dengan Kementerian ATR/BPN meliputi 10 kegiatan, yakni pemberian dukungan data dan/atau informasi, penegakan hukum di bidang agraria/pertanahan, pembentukan tim rancangan peraturan perundang-undangan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, pengamanan pembangunan strategis, dan pelacakan aset.
Selanjutnya, pemberian bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Pencegahan dan pemberantasan mafia tanah, pemulihan aset terkait tindak pidana dan/atau aset lainnya, percepatan sertifikasi tanah aset Kejaksaan Republik Indonesia, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Adapun kasus atau perkara tanah yang ditangani Kejaksaan dalam kurun waktu 2020–2022, kata Ketut, yakni oleh Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan di seluruh Indonesia dalam menangani sejumlah perkara yang berkaitan dengan perkara pertanahanan dengan nilai total kerugian kurang lebih mencapai Rp1.445.635.409.212 atau Rp1,4 triliun.
Rekapitulasi kasus senilai Rp1,4 triliun tersebut adalah penyelidikan 35 kasus, penyidikan 34 perkara, penuntutan 9 perkara, upaya hukum 4 perkara, dan eksekusi 1 perkara.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, ujar Ketut, terdapat sejumlah perkara yang sedang ditangani oleh Bidang Tindak Pidana Khusus serta menarik perhatin masyarkaat, yaitu antara lain seperti yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia:
a. Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat (Kejati Sumut)
Dugaan tindak pidana korupsi dalam pembayaran ganti rugi pembebasan tanah untuk jalan tol di lahan taman kehati (keanekaragaman hayati) milik Pemerintah Kabupaten Padang.
b. Kejati DKI Jakarta
Dugaan Tindak Pidana Korupsi sehubungan dengan dugaan mafia tanah aset milik Pertamina di Jalan Pemuda, Jakarta Timur, sejak tahun 1973.
Selanjutnya di bawah Kejati DKI, yakni Kejaksaan Negeri Jakarta Timur (Kejari Jaktim) menangani dugaan Tindak Pidana Korupsi Pembatalan 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) beserta turunannya (38 Sertifikat Hak Guna Bangunan) PT Salve Veritate dan Penerbitan SHM No.4931 tanggal 20/12/2019 di Kampung Baru RT 009/008, Kelurahan Cakung Barat, Kecamatan Cakung, Kota Jakarta Timur, atas nama tersangka J dan AH.
Kemudian, Kejari Jakarta Barat (Jakbar) menangani kasus dugaan perbuatan melawan hukum dalam Penerbitan SHM terhadap tanah Fasum/Fasos sekitar 3.543 M2 di perumahan Citra 3, Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakbar.
c. Kejati Jawa Tengah (Jateng)
Kasus yang tengah disidik Kejati Jateng, yakni dilakukan oleh Kejari Grobogan yakni dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan pembayaran pembelian tanah untuk pembangunan gudang Bulog di Desa Mayahan, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan tahun 2018.
“Laporan hasil audit BPKP Provinsi Jawa Tengah tanggal 2 Agustus 2021 Rp4.999.421.705 (Rp4,9 milir),” kata Ketut.
d. Kejati Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Perkara tindak pidana korupsi pengadaan tanah oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengembangan Media Radio Pendidikan dan Kebudayaan (BPMRP) Yogyakarta pada Kementerian Pendidikan Nasional Tahun Anggaran 2013 dengan nilai kerugian sebesar Rp5.641.551.250 (Rp,6 miliar) yang membelit tersangka NA dan AR.
e. Kejati Nusa Tenggara Timur (NTT)
Perkara tindak pidana korupsi Pengelolaan Tanah Aset Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare. Dalam perkara tersebut, kerugian negara kurang lebih Rp1,3 triliun. Tahapan penanganan perkara tersebut, yakni menunggu putusan Kasasi. Perkara tersebut terbukti di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.
f. Kejati Sulawesi Barat (Sulbar)
Dugaan tindak pidana korupsi atas penerbitan sertifikat pada Pembangunan SPBU dan sekitarnya yang diduga dalam Kawasan Hutan di Wilayah Desa Tadui, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju.
Perkara tanah tersebut yakni penerbitan SHM No. 611 atas nama Hj. Imelda Pababari, S.E., yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Kabupaten Mamuju tanggal 23 Maret 2017 seluas 10.370 M2 oleh Kepala BPN, yaitu Saudara H. Hasanuddin yang telah dibangun SPBU yang terletak Desa Tadui, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
g. Kejati Sulawesi Tengah (Sulten)
Dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah pada Bagian Pemerintahan Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Parigi Moutong tahun 2015-2016 dengan tersangka AR, ZA, dan RA dengan nilai Kerugian keuangan negara sebesar Rp 4.144.531.986 (Rp4,1 milir). Dalam perkara tersebut telah terdapat pengembalian Kerugian Negara sejumlah Rp2 miliar.
h. Kejati Sulawesi Selatan (Sulsel)
Dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam Penerbitan Sertifikat di Kawasan Hutan Mapongka dengan total kerugian negara yaitu Rp9.592.034.841,23 dengan terdakwa Allo, B.SC dan Mendo Allo Rante, S.H. Perkara a quo masih dalam proses persidangan.
i. Kejati Maluku
Tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan PLTMG di Kabupaten Buru dengan kerugian keuangan negara Rp6,1 miliar. Kasusnya dalam tahap kasasi.
Selanjutnya, tindak pidana korupsi dalam pengadaan tanah negeri Tawiri untuk pembangunan dermaga lantaran XI Maluku dengan kerugian keuangan negara sebesar Rp3,2 miliar dalam tahap penuntutan.
j. Kejati Gorontalo
Perkara tindak pidana korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan jalan lingkar luar Gorontalo (GORR) diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp43.356.992.000 (Rp43,3 miliar. Dalam perkara a quo terdapat beberapa tersangka/terdakwa, yaitu terdakwa Ibrahim ST & Farid Siradju, MAPPI (cert) selaku Penilai Publik dari KJJP Anas Karim dan rekan, dan saat ini dalam tahap upaya hukum kasasi.
Selanjutnya, terpidana Asri Wahyuni Banteng selaku KPA Biro Pemerintahan Provinsi Gorontalo dan selaku anggota Pelaksana Pengadaan Tanah. Perkaranya sudah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Kemudian, ?terdakwa Ir. Gabriel Triwibawa, M.ENG, SC. Perkaranya dalam proses persidangan.
Perkembangan Pemberantasan Mafia Tanah yang Ditangani Kejaksaan
Satuan Tugas Tim Pemberantasan Mafia Tanah dibentuk berdasarkan Surat Perintah Tugas Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PRINT-8/A/JA/01/2022 tanggal 17 Januari 2022 tentang Tim Pemberantasan Mafia Tanah.
Pada periode bulan Juni 2022, adapun hasil pelaksanaan tugas pemberantasan mafia tanah, yakni sejak dibuka Hotline Pengaduan Pemberantasan Mafia Tanah di Nomor WhatsApp (WA) 081914150227, hingga tanggal 31 Mei 2022 telah diterima 525 laporan pengaduan (lapdu).
Sejak November 2021 hingga saat ini, 525 lapdu tersebut telah diteruskan penanganannya ke masing-masing Kejari di seluruh Indonesia dan terdapat 213 lapdu telah ditindaklanjuti oleh 24 Kejati, sementara sisanya, sebanyak 312 lapdu masih menunggu data pendukung.
Adapun rincian tindak lanjut dari 211 lapdu yang diterima Satgas Pemberantasan Mafia Tanah, di antaranya diselesaikan, yakni diteruskan ke Bidang Pidana Umum sebanyak 12 laporan, ke Bidang Pidana Khusus sebanyak 9 laporan, dan ke Polri sebanyak 14 laporan.
“Dihentikan dengan alasan tidak bisa terkonfirmasi sebanyak 17 laporan,? dihentikan dengan alasan tidak ditemukan kerugian negara sebanyak 4 laporan, dihentikan dengan alasan bukan perkara mafia tanah sebanyak 39 laporan, dan telah dilakukan mediasi sebanyak 1 laporan,” katanya.
Selanjutnya, masih dalam proses pengumpulan data (puldata) atau pengumpulan keterangan (pulbaket) sebanyak 113 laporan, masih dalam proses mediasi sebanyak 3 laporan, dan selain laporan yang masuk ke Satgas Pemberantasan Mafia Tanah, laporan pengaduan masyarakat juga masuk ke Bidang Intelijen pada Kejagung.
“Sejak awal Januari 2022 hingga saat ini, tercatat 52 laporan perkara yang terkait dengan tanah. Dari laporan tersebut, semuanya telah ditindaklanjuti, baik dilakukan telaahan intelijen oleh Kejagung dan diteruskan ke wilayah Kejati/Kejari yang menjadi locus dari tindak pidana yang berhubungan dengan pertanahan tersebut,” ujarnya.
Laporan itu didistribusikan di antaranya ke Kejati Sumut, Kejati Kepulauan Riau (Kepri), Kejati DKI Jakarta, Kejati Jawa Barat (Jabar), Kejati Bali, Kejari Prabumulih, dan Kejari Stabat.
Ketut menjelaskan, menurut penelitian, permasalahan tanah biasanya disebabkan oleh dua hal, yaitu kesejahteraan dan kepastian hukum atas tanah. Klasifikasi kasus pertanahan menurut Badan Pertanahan Nasional (BPN) dibagi menjadi tiga.
Pertama, konflik merupakan permasalahan pertanahan yang memiliki nuansa/aspek sosial dan politik yang luas, kedua; sengketa adalah permasalahan pertanahan yang tidak memiliki nuansa sosial politik yang begitu luas, umumnya permasalahan antar individu, dan ketiga; perkara merupakan konflik dan sengketa yang sudah masuk ke pengadilan, baik Pengadilan Negeri baik perdata maupun pidana, PTUN, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.
“Kejaksaan melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dapat membantu dengan memberikan pertimbangan hukum (legal opinion), pendampingan hukum terhadap analisis kasus-kasus yang bermasalah secara hukum pertanahan,” katanya.
Kejaksaan melalui Surat Kuasa Khusus juga dapat berperan menjadi Pengacara Negara apabila timbul gugatan yang diajukan kepada Pemerintah. Kejaksaan Republik Indonesia berkomitmen untuk menuntaskan perkara terkait pertanahan yang sedang ditangani, serta Tim Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Tanah Kejaksaan RI siap untuk melakukan koordinasi dan sinergi antarkementerian/lembaga untuk menyelesaikan masalah pertanahan yang ada di Indonesia.