Jakarta, Gatra.com - Tindakan sepihak yang dilakukan aparat kepolisian dengan memblokir rekening perusahaan PT Titan Infra Energy dan anak usaha sebanyak 40 rekening cukup meresahkan.
Bahkan, polisi sekaligus melakukan penggeledahan dan penyitaan, tanpa ada putusan pengadilan dan tidak adanya tersangka. Menurut Adi Warman, Tim Ahli Dewan Pertimbangan Presiden yang juga Sekretaris Dewan Penasihat DPN Peradi, menilai tindakan tersebut sebagai salah satu indikasi terjadinya praktik industrial hukum yang pada ujungnya akan merugikan dunia usaha dan mengakibatkan investor enggan menanamkan investasi di Indonesia.
“Praktik ini juga bisa dinilai tindakan mengambil sebuah perusahaan dengan cara-cara ilegal,” kata Adi menanggapi kasus Titan dalam channel Yutubenya "Serambi Adi Warman" pada Selasa (14/6).
Karena itu, ia menyampaikan pemerintah dalam hal ini Menko Polhukam tidak boleh diam, karena praktik yang menimpa Titan jadi preseden buruk bagi dunia usaha.
"Saya berharap kasus Titan ini bukan praktik dari industrial hukum, tapi kalau ini bagian dari praktik industrial hukum, pemerintah tidak boleh diam," tegas Adi Warman.
Praktik industrial hukum, sederhananya, menggunakan berbagai instrumen seperti polisi, jaksa, pengacara, dokumen, untuk mengambil apa yang menjadi milik orang lain, misal sebuah perusahaan. Hal semacam ini juga banyak terjadi dalam kasus tanah.
Ia mencontohkan, pengembang A ingin memiliki sebuah tanah milik B. Ternyata tidak mau dijual, lalu si pengembang menggunakan tangan pihak lain untuk kriminalisasi, dicari-cari kesalahannya. Setelah dapat kesalahan, lalu dilaporkan ke polisi. “Kemudian ada kesepakatan dengan oknum penegak hukum, pemilik tanah bisa bebas dari jerat hukum, asal tanah miliknya dijual murah ke pengembang,” kata Adi.
Kemudian, dalam sebuah perusahaan juga sama. “Ada orang di belakang layar yang menginginkan, mungkin Titan ini gadis cantik, ada yang mau melamar tapi dengan harga murah, barangkali. Ingin diambil tapi dengan cara-cara ilegal, menggunakan oknum aparat yang memiliki kekuasaan," tegasnya.
Padahal, kata Adi Warman, jika ada perkara perdata diselesaikan di perdata, tidak bisa dicampur dengan pidana. Apalagi ini merupakan urusan kredit sindikasi yang mana aturannya sudah jelas.
"Dalam utang piutang tidak bisa serta merta pidana, kecuali ada keterangan palsu, dokumen palsu, ada unsur pidana, kalau tidak ada, hanya perdata. Apalagi di Titan, tidak ada tersangka, dan sebelumya penyidikan sudah dihentikan," ucap Adi Warman.
Disampaikan Adi Warman, melihat kasus Titan, di mana dapat berefek negatif pada dunia usaha dan investor. “Beliau akan sampaikan ke Kapolri, untuk kemudian diundang penyidiknya, agar perkara bisa jelas,” katanya.
Pasalnya, sambung Adi, tindakan tersebut bisa bahaya membuat investor akan takut. “Nanti pada takut dibeginikan dibegitukan. Pak Kapolri saya yakin bisa dan harus komit memberantas ini," tegasnya.
Kerugian yang dialami Titan, bisa merusak tatanan hukum. Apalagi belum apa-apa, belum ada tersangka, rekening perusahaan diblokir, ribuan pekerja jadi korban.
"Ini luar biasa. Sekali lagi ini akan kita sampaikan ke pak Kapolri dan pak Presiden. Kalau sudah ada gelar perkara, bahwa tidak cukup bukti, perdata, tapi masih saja blokir, melakukan pemanggilan, ini jelas indikasi praktik industrial hukum, pemerintah harus cari pelakunya dan aktor di belakangnya," tegasnya.
Karena itu, ia mendorong agar pemerintah dalam hal ini Menko Polhukam Mahfud MD bisa lebih tegas lagi, melakukann tindakan, terutama memerintahkan satgas saber pungli bertindak mendalami.
"Saya minta pemerintah Menko Polhukam melakukan rapat koorodinasi melakukan upaya pemberantasan praktik industrial hukum, supaya investor tidak takut," tandas Adi.
Pengacara Titan Infra Energy, Haposan Hutagalung, menegaskan, Laporan Polisi Nomor: LP/B/0753/XII/2021/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 16 Desember 2021 adalah cacat hukum dan tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Apalagi sebelumnya laporan serupa sudah dinyatakan tidak cukup bukti.
Ia menambahkan, penyitaan terhadap barang-barang dan/atau dokumen milik Pemohon dan milik anak-anak perusahaan Titan juga cacat hukum dan tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Karena itu, ia meminta agar segera mengembalikan barang-barang dan/atau dokumen milik perusahaan.
Haposan menilai, tindakan Bareskrim yang telah menggeledah kantor Titan Infra Energy dan anak-anak usahanya serta melakukan penyitaan barang-barang dan atau dokumen milik pemohon dan milik anak-anak perusahaan, merupakan cacat hukum dan tidak sah.
Padahal, dalam penetapan Pengadilan Negeri Tangerang Nomor:16/Pen.Pid.Ijin.Geledah/2022/PN.Tng tanggal 13 April 2022 jelas tertulis hanya Titan Infra Energy yang digeledah, sama sekali tak menyebutkan 16 anak-anak usaha Titan.
“Kenapa polisi membuat laporan baru Desember kemarin, dengan objek sama tempus sama, saksi sama, kan sudah dihentikan. Ini prosedurnya tidak benar, mestinya perkarakan di pengadilan terlebih dulu, misal penyidikan sebelumnya tidak sah, baru dibuka. Apalagi di Peraturan Kapolri, sudah jelas bahwa penghentian penyidikan hanya bisa dibuka melalui pra peradilan," ucap Haposan.
Kalau naik jadi penyidikan, berarti yakin akan ada tersangka, tapi belum ada tersangka, sudah ada tindakan kepolisian yaitu ada penyitaan, penggeledahan dan pemblokiran rekening.
"Bukan hanya Titan dirugikan tapi kerugian sosial luar biasa, makanya kita ajukan pra peradilan, biar hakim yang putuskan kinerja polisi benar atau tidak. Sekarang memang dengan alasan efisiensi, penyidik bisa minta pemblokiran ke bank dengan tembusan ke OJK dan Bank Indonesia. Persoalannya di kasus Titan ini, tidak ada tersangkanya. Ini pelangggaran berat," tegas Haposan.