Jakarta, Gatra.com - Aliansi Mahasiswa Peduli Hukum Indonesia (AMPHI) melaporkan Bank Negara Indonesia (BNI) ke Kejaksaan Agung . Pelaporan ini terkait adanya dugaan pemberian pinjaman kepada perusahaan tambang PT BG di Sumatera Selatan yang tidak sesuai dengan prosedur.
Koordinator AMPHI, Jhones Brayen mengatakan bahwa kredit tersebut diduga dilakukan tanpa colleteral atau agunan yang tidak seimbang dengan jumlah dana pinjaman. Hal itu berpotensi merugikan keuangan negara hingga triliunan rupiah.
“Melalui surat terbuka ini, kami menuntut dan mendesak Jaksa Agung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus untuk mengusut tuntas dugaan kasus pinjaman kredit tanpa agunan yang diduga dilakukan BNI ke PT BG di Sumsel, karena kasus ini sudah meresahkan masyarakat dan nasabah,” katanya di Kejaksaan Agung, Senin (13/6).
Ia juga menuntut beberapa poin pada Kejaksaan Agung. Pertama, segera melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan praktik mafia tambang di Sumatera Selatan yang merugikan para investor.
“Kedua, menelusuri dugaan keterlibatan PT Bank Negara Indonesia (Persero) BNI yang memberikan pembiayaan terhadap perusahaan pertambangan tanpa collateral atau agunan yang tidak sesuai dengan besarnya pinjaman,” ujarnya.
Ketiga, mengusut tuntas oknum mafia tambang maupun oknum aparat dan pejabat negara yang diduga terlibat dalam memberikan kredit untuk usaha pertambangan.
“Kepada Bapak ST Burhanuddin selaku Jaksa Agung, jangan hanya kasus Jiwasraya saja yang diungkap. Segera buka penyelidikan untuk kasus dugaan korupsi di BNI kali ini,” tegas Jhones.
Wakil Koordinator AMPHI, Wanmali juga mendesak Jampidsus segera menindaklanjuti dan menelusuri kasus tersebut. Ia meyakini, BNI dan PT BG memiliki keterlibatan peminjaman dana yang tidak sesuai prosedur.
“Makanya itu kami minta kejaksaan menelusuri hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian negara,” ucapnya.
Wanmali menyebut, aduan tersebut telah diterima dan akan diproses tujuh hari ke depan. Setelah itu perusahaan yang bersangkutan dipanggil untuk diperiksa.
“Kemudian kita juga mengharapkan ada audiensi langsung, berpendapat langsung dengan pihak Kejagung atas tindak lanjutnya,” tegas dia.
Sebelumnya, Pakar Hukum Pidana dan TPPU Yenti Garnasih mengatakan bahwa dalam permasalahan pendanaan tanpa agunan tersebut sudah terjadi potensial loss. Permasalahan itu terdapat perbuatan melawan hukum dalam bentuk administrasi perbankan. Meskipun belum timbul kerugian, namun sudah terdapat potensi, sehingga perlu dilihat administrasi terkait perjanjian bank.
“Dengan adanya dugaan potensi kerugian negara bisa menjaga dari hulu jangan sampai ada yang main-main dengan uang masyarakat dan negara. Jika praktik tersebut terus dibiarkan maka dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan berpotensi terjadinya rush money atau pengambilan uang secara besar-besaran oleh masyarakat, sehingga dapat mengganggu roda perekonomian negara, stabilitas perbankan Indonesia serta program pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19,” kata Yenti.
Menurutnya, perusahaan tambang yang melakukan kredit tanpa agunan dan menggunakan dana pinjaman tidak sesuai peruntukannya bisa masuk kepada tindak pidana penipuan. “Karena ada unsur rangkaian kebohongan keadaan palsu, sehingga ada pembujukan dan pihak bank memberikan pinjaman tanpa jaminan,” jelasnya.