Semarang, Gatra.com - Komisi B DPRD Jawa Tengah menilai Pemerintah Provinsi Jawa Tengah masih lambat dalam penanganan penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak.
Menurut Ketua Komisi B DPRD Jawa Tengah (Jateng), Sumanto kasus PMK terus bertambah. Tercatat hingga saat ini sebanyak 10.375 ekor ternak suspek dan 282 positif PMK.
Program jogo ternak yang disampaikan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo sampai sekarang juga belum terlihat di lapangan.
“Pemerintah Provinsi Jateng masih lambat dalam penangan PMK. Kami minta bisa cepat bergerak melakukan penanganan,” katanya kepada wartawan di Gedung DPRD Jateng, Semarang, Rabu (8/6).
Pemintah Provinsi (Pemprov) Jateng, lanjut Sumanto agar segera memberikan sosialisasi, vitamin, dan edukasi tentang PMK kepada para peternak kecil.
Oleh karenanya Pemprov Jateng perlu melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota untuk memberikan vitamin dan obat guna mencegah penyebaran PMK.
“Kebutuhan tersebut bisa difasilitasi APBD Jateng. Kami berharap ini ada penambahan anggaran untuk sosialisasi. Juga produksi vaksin sendiri bisa dilakukan. Tinggal nanti di perubahan anggaran ini, kita berharap ada penambahan,” ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan ini menambahkan penanggulangan PMK mendesak untuk dilakukan agar tidak menular ke hewan ternak lainnya. Di Jateng jumlah hewan ternak, sapi, kambing, kerbau mencapai 8 juta ekor.
“Nilai 8 juta ekor hewan ternak ini mencapai Rp40 triliun. Kan eman-eman kalau sampai terkena PMK,” ujarnya.
PMK memang menurunkan produktivitas hewan ternak yang terjangkit. Pada ternak pedaging misalnya, berat hewan bisa mengalami penurunan akibat terjangkiti PMK. Sapi perah yang terdampak juga bisa berkurang volume produksi susunya.
Sementara, Sekretaris Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Jateng, Ign Hariyanta Nugraha menyatakan dari 10.375 ekor ternak suspek PMK sebanyak 282 ekor positif.
“Jumlah hewan ternak mati akibat PMK tercatat sebanyak 80 ekor,” katanya.
Nugraha menjelaskan daerah di Jateng yang paling hewan ternak terjangkit PMK adalah Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan.
Untuk menanggulangi wabah tersebut, Pemprov Jateng telah membentuk Unit Respon Cepat (URC) yang melibatkan Balai Besar Veteriner (BBV) Wates, Balai Karantina Semarang, dan kepolisian.
Upaya penanggulangan PMK di Jawa Tengah terkendala beberapa faktor, misalnya biaya uji sampel yang relatif mahal. satu kali pemeriksaan di BBV Wates, diperlukan biaya sekitar Rp500.000.
Biaya tersebut tidak dibebankan kepada peternak ataupun pemerintah provinsi. Meskipun ditanggung BBV Wates, namun terbatasnya anggaran membuat proses penelusuran atau tracing PMK jadi terkendala.
“Stok obat, terus terang kami akui sangat terbatas, karena PMK tahun ini memang kejadian yang luar biasa,” ujarnya.