Yogyakarta, Gatra.com - Mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS) dan tiga orang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Haryadi diduga menerima suap puluhan ribu dolar untuk meloloskan izin mendirikan bangunan (IMB) dari pengembang Summarecon Agung untuk pendirian apartemen di kawasan cagar budaya Malioboro.
Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yuris Rezha Kurniawan, menyebut sektor perizinan memang masih menjadi modus korupsi yang favorit di level pemerintah daerah, selain sektor pengadaan dan jual beli jabatan.
"Kasus HS ini membuktikan bahwa sebaik apapun sistem pencegahan korupsi dibangun, tanpa komitmen antikorupsi dari kepala daerah dan birokrasinya, maka praktik korupsi akan tetap berlangsung," ujar dia saat dihubungi, Sabtu (4/6).
Ia menjelaskan, sejak lama pemerintah dan KPK sudah mendorong konsep pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) dalam proses pelayanan perizinan.
Konsep PTSP juga mendorong pendelegasian seluruh kewenangan perizinan dari kepala daerah, ke kepala dinas PTSP.
"Seharusnya, kepala daerah sudah tidak bisa lagi ikut-ikutan dalam proses pemberian izin, apalagi kalau itu dilakukan dengan sistem informasi atau online," tuturnya.
Sayangnya, masih ada beberapa kepala daerah yang tidak rela melepas kewenangan itu. Bahkan sekalipun secara aturan kewenangan izin sudah berada di level kepala dinas, keputusan masih dipengaruhi oleh bayang-bayang kepala daerah.
"Kultur seperti ini membuat layanan perizinan masih sangat sering koruptif," tandasnya.
Ke depan, kata Yuris, ada dua hal yang setidaknya menjadi tugas penting KPK. Pertama, membongkar secara tuntas semua yang terlibat dalam kasus ini.
"Bahkan jika ditemukan bukti permulaan lainnya sangat dimungkinkan juga KPK untuk mengembangkan perkara di luar kasus suap IMB ini," ujarnya.
Kedua, KPK juga perlu serius mengevaluasi kebijakan pencegahan di sektor perizinan. KPK perlu memantau kepala daerah mana saja yang belum melimpahkan seluruh kewenangan perizinan ke dinas PTSP.
"Karena kepala daerah yang masih sering ikut campur dalam proses perizinan, risiko korupsinya relatif lebih tinggi," tandasnya.