Jakarta, Gatra.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak pemerintah agar tidak melakukan intervensi dalam seleksi calon anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) demi kepentingan politik sesaat.
Teo Reffelsen dari LBH Jakarta dalam keterangan pers diterima pada Rabu (1/6), mengatakan, pihaknya juga memina Panitia Seleksi (Pansel) Calon Anggota Komnas HAM mencoret nama Remigius Sigid Tri Hardjanto dari anggota yang lolos seleksi calon anggota Komnas HAM.
LBH Jakarta juga meminta Pansel Calon Anggota Komnas HAM? harus memastikan implementasi Prinsip Paris (Paris Principles) dalam seleksi calon anggota Komnas HAM. Selain itu, Polri harus memastikan Remigius Sigid Tri Hardjanto tidak mengikuti tahapan lebih lanjut seleksi calon anggota Komnas HAM.
Nelson Nikodemus Simamora juga dari LBH Jakarta, menjelaskan, Komnas HAM membuka pendaftaran calon anggota Komnas HAM periode 2022–2027 pada 8 Februari 2022. Terdapat 96 calon anggota yang lolos seleksi administrasi yang selanjutnya dilakukan tes tertulis objektif dan penulisan makalah pada 13 Mei 2022.
Melalui pengumuman Nomor: 45/PANSEL-KH/V/2022, panitia mengumukan ada 50 peserta yang lolos yang memiliki beragam latar belakang profesi, mulai dari advokat, akademisi, aktivis, ASN hingga anggota Polri. Satu-satunya peserta seleksi yang memiliki latar belakang polisi adalah Irjen. (Pol.) Remigius Sigid Tri Hardjanto yang merupakan perwira tinggi Polri dalam kedudukanya sebagai Kepala Divisi Hukum Polri.
LBH Jakarta menilai lolosnya Remigius Sigid Tri Hardjanto yang berstatus sebagai anggota Polri aktif sekaligus Kepala Divisi Hukum Polri telah melanggar aturan profesionalisme Polri sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menurutnya, aturan dalamPasal 28 Ayat (3) UU Polri, yaitu “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.”
Selanjutnya, berdasarkan Prinsip-Prinsip Berkenaan dengan Status dan Fungsi Institusi Nasional untuk Melindungi dan Memajukan Hak Asasi Manusia (Paris Principles) yang diadopsi dari General Assembly Resolution 48/134 tanggal 20 Desember 1993, komposisi dan jaminan kemandirian dan keanekaragaman.
Berdasarkan itu, komposisi anggota Komnas HAM adalah dari institusi nasional dan penunjukan anggota-anggotanya, baik dengan cara pemilihan ataupun tidak harus dilakukan sesuai dengan suatu prosedur yang menampung semua jaminan yang perlu untuk memastikan perwakilan bermacam ragam dari kekuatan- kekuatan sosial (dari masyarakat sipil) yang terlibat dalam perlindungan dan kemajuan hak asasi manusia, terutama dengan kekuatan-kekuatan yang memungkinkan adanya kerja sama yang efektif untuk dibentuk dengan atau melalui kehadiran perwakilan dari:
a. Organisasi non-pemerintah yang bertanggung jawab terhadap hak asasi manusia dan usaha untuk menghapuskan diskriminasi rasial, serikat buruh, organisasi sosial, dan profesional yang peduli, misalnya: perkumpulan pengacara, dokter, jurnalis, dan ilmuwan yang terkenal.
b. Aliran-aliran pemikiran filsafat dan agama.
c. Akademisi dan ahli terkemuka.
d. Parlemen.
e. Departemen pemerintahan (apabila mereka dimasukkan, wakil-wakilnya akan berpartisipasi dalam pertimbangan hanya dalam kedudukannya sebagai penasihat).
“Komnas HAM juga mencatat, sepanjang tahun 2020 hingga 2021, dari 1.162 kasus kekerasan aparat negara yang ditangani, sebanyak 480 kasus merupakan kasus berkaitan dengan kerja penegakan hukum oleh polisi,” ujarnya.
Kemudian, untuk tahun 2020, dari 641 kasus, sebanyak 263 kasus berkaitan dengan kerja polisi sementara tahun 2021 dari 521 yang menyangkut polisi ada 217 kasus. Untuk kasus pelanggaran keadilan pada tahun 2020 ada 186 kasus dan tahun 2021 ada 151 kasus. “Atau dengan kata lain, polisi merupakan aktor yang paling banyak melanggar HAM,” ujarnya.
Selain itu juga, menurut Ombudsman Republik Indonesia, lanjut dia, telah menerima 1.120 laporan masyarakat terkait hukum, HAM, politik, keamanan, dan pertahanan dengan terlapor lembaga penegak hukum sepanjang 2020. Kepolisian menempati urutan pertama dengan 699 laporan, 115 laporan di antaranya telah diselesaikan oleh Ombudsman. Sebagian besar laporan polisi terkait dugaan penyimpangan prosedur dan pemberian pelayanan.
“Cukup sudah anggota Polri masuk ke berbagai kementerian-lembaga dengan terakhir berkontribusi sangat besar dalam pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” ujarnya.
Menurut LBH Jakarta, Komnas HAM sebagai lembaga negara independen harus dijaga dari kepentingan politik praktis dan hegemoni pemerintah. Jika alasannya adalah untuk membenahi institusi kepolisian, tentu saja hal tersebut harus dilakukan di internal Polri, bukan di Komnas HAM.