Home Nasional TNI AL Dorong Perairan Natuna untuk National Prosperity dan Security

TNI AL Dorong Perairan Natuna untuk National Prosperity dan Security

Jakarta, Gatra.com – TNI Angkatan Laut (TNI AL) mendorong pentingnya pemanfaatan ruang laut untuk national prosperity dan national security di Perairan Natuna, Kepulauan Riau (Kepri).

Asopssurta Danpushidrosal, Laksamana Pertama TNI Dyan Primana Sobaruddin, dalam keterangan pers pada Rabu (1/6), menyampaikan, pentingnya pemanfaatan ruang laut ini mengingat 70% geografis Indonesia adalah lautan sehingga perlu ditata guna kemakmuran dan keamanan Nasional.

Dyan menyampaikan pandangan tersebut ketika menjadi narasumber dalam Bincang Bahari yang diselenggarakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin.

Bincang Bahari ini digelar menghadirkan sejumlah narasumber dari berbagai instansi untuk menyosialisasikan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 41 Tahun 2022 tentang Rencana Zonasi Kawasan Antar-Wilayah (RZ KAW) Laut Natuna dan Natuna Utara.

RZ KAW ini merupakan upaya untuk memaksimalkan potensi ekonomi yang ada di kawasan tersebut, mengingat kurang lebih 2 tahun ekonomi Indonesia melemah akibat pandemi Covid-19.

Selain itu, ini juga sebagai salah satu poin penekanan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal), Laksamana TNI Yudo Margono bahwa TNI AL mendukung penuh kebijakan pemerintah dalam upaya Pemulihan ekonomi Nasional (PEN).

Laksma Dyan mengawali paparannya dengan menyampaikan posisi strategis Laut Natuna maupun Laut Natuna Utara serta sejarah penutupan kantung Natuna dari mulai batas-batas maritim negara Republik Indonesia berdasarkan TZMKO 1939 sampai dengan batas-batas maritim negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 PRP Tahun 1960 yang menyebutkan bahwa laut teritorial adalah 12 mil laut.

Sebagai tindak lanjut dari pengesahan UNCLOS 1982, Pemerintah Indonesia mencabut UU No. 4/PRP Tahun 1960 tentang Wilayah Perairan Indonesia dengan menerbitkan UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Pemerintah kemudian menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 61 Tahun 1998 tentang Penutupan Kantung Natuna. Usulan penamaan Laut Natuna di perairan yang sebelumnya bernama Laut Cina Selatan, pada S23 Working group tentang Limit Seas and Oceans pada tanggal 5-7 Juli 2010 di Singapura.

Indonesia menyampaikan argumentasi mengenai penamaan Laut Natuna dengan 3 alasan utama. Pertama, Laut Natuna sepenuhnya berada di dalam perairan Kepulauan Indonesia (Indonesian Archipelagic Waters). Hal ini sesuai PP 38 Tahun 2002 dan PP 37 Tahun 2008 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia yang telah didepositkan ke Sekjen PBB pada tahun 2009.

Kedua, Nama Natuna digunakan dalam Peta Laut nomor 38 sejak tahun 1951 dan penggunaan nama lokal sudah sesuai dengan ketentuan UN Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN). Ketiga, penggunaan Laut Natuna juga telah digunakan dalam perjanjian bilateral antara Indonesia dan Malaysia tentang rejim Negara Kepulauan.

Laut Natuna Utara telah ditetapkan dalam Perpres 32 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut dan dicantumkan dalam Peta NKRI. Namun demikian, batas maritim di Perairan Natuna Utara belum sepenuhnya telah disepakati oleh negara tetangga, yaitu Malaysia dan Vietnam yaitu batas Laut Teritorial RI–Malaysia di Tanjung Datu, batas ZEE RI–Malaysia dan batas ZEE RI–Vietnam. Sedangkan batas Landas kontinen RI–Malaysia telah disepakati th 1969 dan RI– Vietnam telah disepakati 2003.

Disampaikan juga bahwa di Laut Natuna terdapat ALUR MIDAI- MURI sebagai hak Lintas Barat-Timur Malaysia sesuai UU Nomor 1 Tahun 1983 tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia Dan Malaysia tentang Rejim Hukum Negara Nusantara dan Hak-hak Malaysia di Laut Teritorial dan Perairan Nusantara serta ruang udara di atas Laut Teritorial, Perairan Nusantara dan Wilayah Republik Indonesia yang terletak di antara Malaysia Timur dan Malaysia Barat. Hal tersebut sebagai upaya pemanfaatan ruang laut Natuna untuk kepentingan bilateral dan kewajiban sebagai negara kepulauan.

Laksma Dyan kemudian menyampaikan bahwa pemanfaatan ruang laut di Perairan Natuna dan Natuna Utara mutlak diatur agar tidak terjadi tumpang tindih karena perairan Natuna terdapat Kawasan Konservasi, Daerah Latihan TNI AL, Wilayah Pengelolaan Perikanan 711, Wilayah Kerja Migas, dan Jalur Koridor Pipa/Kabel yang dimililiki beberapa perusahaan.

Menurutnya, laut juga perlu diatur untuk dimanfaatkan sebagai eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral, perlindungan laut, perdagangan lewat laut, pembangunan sungai dan pesisir, pembangunan pelabuhan, perikanan, sumber energi, mitigasi bencana, keselamatan navigasi, dan untuk kepentingan operasi militer/pertahanan.

559