Jakarta, Gatra.com- Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya mengeluarkan perbaikan fatwa terkait penanganan hewan kurban PMK (Penyakit Mulut dan Kuku), (31/05). Poin yang diperbaiki yaitu pusat pertahanan yang diganti dengan kelenjar pertahanan. "Dalam kurung seharusnya diberi penjelasan namun kelupaan," kata sumber GATRA di MUI.
Sebelumnya diberitakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait hewan kurban saat merebak wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). MUI membolehkan hewan dengan gejala ringan untuk kurban. Fatwa MUI (31/5) itu membeberkan syarat hewan yang sah untuk dijadikan hewan kurban.
"Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (31/5).
Namun ada sedikit kejanggalan dari salinan fatwa yang beredar. Yaitu pada butir poin d, tentang penanganan. Nomer satu menyebutkan cara mengkonsumsi kepala, kaki, jeroan, dan pusat pertahanan (.....) dst.
Masyarakat dibingungkan maksud pusat pertahanan yang harus direbus 70 oC itu itu apa? Dan titik-titik dalam kurung itu mestinya diisi apa?
MUI akhirnya mengeluarkan perbaikan. "Tolong diberikan GATRA," katanya. Adapun perbaikan berbunyi: Agar penularan penyakit ini dapat dihentikan, salah satu cara mengkonsumsinya adalah bagian kepala, kaki, tulang, jerohan dan kelenjar pertahanan direbus dalam air mendidih selama minimal 30 menit sehingga suhu bagian dalamnya mencapai 70 derajat Celsius agar virus tidak aktif dan mati.