Jakarta, Gatra.com - Gebrakan Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam mengusut tuntas dugaan mafia pupuk bersubsidi ditunggu banyak kalangan. Utamanya petani, selaku pihak yang paling dirugikan, sangat berharap pimpinan Korps Adhyaksa itu benar-benar berani menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Pengamat Hukum, Rouli Turedo Octara, mengatakan penegakan hukum di seputar kebijakan pupuk sebenarnya bukan barang baru. Sebagian sindikat mafia sudah ada yang ditangkap oleh pihak berwenang.
“Hanya memang masih setengah hati, sepotong-sepotong. Makanya banyak yang berharap ke Jaksa Agung karena dianggap berani dan berhasil membongkar mafia minyak goreng,” kata Rouli kepada media, Senin (30/5/2022).
Rouli meyakini mafia pupuk akan disikat oleh Kejaksaan. Sudah terbukti, mafia pelabuhan, mafia tanah dan migor semua dibongkar. Bisa jadi, kata Rouli, Jaksa Agung sudah membentuk tim penyelidik untuk bongkar mafia pupuk.
Dia juga menilai wajar jika kejaksaan jadi tumpuan harapan masyarakat. Terlebih, pupuk bersubsidi selalu dikeluhkan petani serta menjadi masalah klasik yang tak kunjung terselesaikan.
Masalah tersebut meliputi kelangkaan pupuk bersubsidi, sulitnya petani atau penerima manfaat mendapatkan pupuk, penyaluran yang tidak tepat sasaran, bahkan manipulasi data.
“Meskipun kebijakan anggaran dan penerima manfaat ditentukan berjenjang dari bawah, melalui sistem elektronik penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) oleh kelompok tani, tapi justru di sini biang masalahnya, banyak indikasi fiktif,” ujarnya.
Menurut Rouli, sistem tersebut tak bisa diandalkan karena kriteria dalam penentuan penerima manfaat kurang jelas. Di samping itu, proses penunjukan distributor dan pengecer juga dinilai kurang transparan.
“Pengawasan oleh Komisi Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) juga tidak maksimal,” ungkapnya.
Karena itu, mengingat akar masalah kebijakan pupuk terindikasi dalam sistem yang dimanipulasi, ia minta kejaksaan tidak terpaku pada laporan masyarakat dalam melakukan penyelidikan hukum.
“Harus total dari hulu ke hilir, dari proses perumusan kebijakan anggaran hingga distribusi, mulai produsen, distributor, pengecer sampai kelompok tani,” tandasnya.
Rouli menyatakan, kebijakan subsidi pupuk merupakan wujud keberpihakan Presiden Jokowi kepada petani kecil dan miskin. Pada periode pertama pemerintahannya, anggaran yang dikeluarkan untuk subsidi pupuk mencapai Rp175 triliun. Pada periode kedua, tahun 2021 sebesar Rp29,09 triliun dan tahun 2022 Rp25,28 triliun.
Namun, lanjutnya, banyak petani yang tidak merasakan kebijakan tersebut karena diduga kuat adanya permainan mafia. "Presiden sendiri pernah kesal soal ini karena tidak efektif, maka Jaksa Agung harus kawal betul, bongkar semua, kembalikan kepercayaan petani kepada negara,” tutupnya.