Mataram, Gatra.com - Aksi pemblokiran jalan di Monta Bima, NTB, beberapa waktu lalu apalagi dilakukan tidak sesuai UU, Polda NTB akhirnya menerbitkan maklumat kapolda.
Penutupan atau pemblokiran jalan yang dilakukan dengan sengaja tanpa izin dengan menggunakan batu, pohon, ban bekas maupun benda lain, dapat dikenai pidana dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara
“Untuk itu Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Kapolda NTB) Irjen Djoko Poerwanto mengeluarkan maklumat tentang larangan melakukan aksi unjuk rasa yang diwarnai dengan pemblokiran jalan hingga merusak fasilitas umum dan fasilitas vital lainnya,” kata Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto, Senin (30/5).
Menurut Artanto, maklumat tentang aturan unjuk rasa itu dikeluarkan dan diterbitkan serta mulai diberlakukan pada Jumat (27/5/2022). Pasalnya aksi unjuk rasa yang disertai dengan blokir jalan dan merusak fasilitas dapat merugikan banyak pihak sehingga harus dilarang dan ditindak tegas.
Dalam maklumat tersebut, lanjut Artanto, Irjen Pol Djoko Poerwanto mengatakan, bahwa pemberian tindakan terhadap demonstran yang melakukan perusakan atau bertentangan dengan undang-undang itu merupakan langkah untuk mewujudkan rasa aman dan kenyamanan kehidupan bermasyarakat serta kelancaran lalu lintas di wilayah Nusa Tenggara Barat.
Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Penyampaian Pendapat di Muka umum, utamanya mengenai kewajiban dan larangan.
"Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dilarang menutup jalan, membawa senjata api, bahan peledak, senjata tajam maupun senjata berbahaya lainnya," kata Artanto.
Dikatakannya, penutupan atau pemblokiran jalan yang dilakukan dengan sengaja tanpa izin menggunakan batu, pohon, ban bekas maupun benda lain, dapat dikenai pidana dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara, maupun denda sebagaimana Pasal 192 ayat (1) KUHP dengan ancaman 9 tahun penjara, Pasal 192 ayat (2) diancam dengan 15 tahun penjara dan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 18 bulan atau denda paling banyak Rp 1,5 milyar.
Sementara aksi penyegelan fasilitas publik seperti kantor pemerintahan, maupun gedung objek vital diancam dengan Pasal 170 KUHP dengan hukuman maksimal 5 tahun 6 bulan penjara.
Penyampaian pendapat dimuka umum dilarang membawa, memiliki, menyimpan, mengangkut atau menguasai senjata api, amunisi, bahan peledak, senjata tajam, senjata perusak, atau senjata penusuk serta peralatan lainnya yang membahayakan.
"Terhadap pelaku diancam dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Rl triomor 12 Tahun 1951 dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 10 tahun penjara," pungkasnya.