.jpg)
Jakarta, Gatra.com - Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Wikan Sakarinto mendorong munculnya budaya riset di ekosistem pendidikan vokasi. Hal ini menjadi dorongan tatkala dirinya melihat kemampuan dan hasil riset vokasi sukses.
Ia menekankan pentingnya melakukan riset yang bisa dihilirkan ke masyarakat. Wikan tidak ingin riset yang dilakukan hanya sekedar jadi materi pameran semata.
"Riset yang berhasil ialah yang menjadi produk dan dihilirkan ke masyarakat. Inilah budaya riset vokasi. Kalau hanya bikin alat, produk untuk dipamerkan, untuk apa?" ujar Wikan dalam Kegiatan pengenalan produk ship simulator buatan dalam negeri secara daring, Jumat (27/5).
Ia berpandangan, apabila produk riset tersebut tidak mampu dihilirkan kepada masyarakat, maka ada hal yang salah. Jika riset hanya menjadi alat pemuas periset, kebermanfaatan pun tidak akan diterima oleh khalayak banyak.
"Jangan lagi hanya bikin riset untuk memuaskan diri sendiri. Tidak terkonfirmasi pasar butuh atau enggak, kalau butuh harganya masuk enggak. Jadi, ini adalah budaya baik, memasarkan hasil SMK, Perguruan Tinggi Vokasi, ini yang harus kita tumbuhkan," tegasnya.
Lebih lanjut, ia memberi contoh satu riset yang memenuhi kebutuhan pasar, yakni ship simulator buatan dalam negeri. Produk riset karya Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi Bidang Mesin dan Teknik Industri (BBPPMPV-BMTI) Kemendikbudristek ini merupakan alat simulasi kemudi kapal digital yang dibangun atas kerja sama dengan 30 SMK dan Perguruan Tinggi Vokasi.
Adanya ship simulator dalam negeri sangat penting mengingat Indonesia selama ini selalu mengimpor alat simulasi kemudi kapal digital. Biaya yang dikeluarkan untuk impor alat tersebut mulai dari Rp4 miliar hingga puluhan miliar rupiah.
"Akhirnya kini ship simulator buatan dalam negeri kita ini dengan performance dan kualitas yang enggak kalah harganya lebih murah 50%, enggak sampai Rp2,35 miliar," ujarnya.