Jakarta, Gatra.com – Polda Metro Jaya mulai mengusut kasus dugaan pemalsuan surat izin edar alat kesehatan (alkes) CX3 Bilogical Mikroscope merek Olympus dengan terlapor Direktur PT Wadya Prima Mulia (PT WPH), YH.
Kanit II Subdit Harda Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kompol Kemas Arifin, dalam keterangan tertulis pada Selasa (24/5), menyampaikan, pihaknya masih mendalami kasus tersebut.
Sementara itu, YH memenuhi panggilan untuk dimintai keterangan oleh penyelidik Polda Metro Jaya. “Sesuai undangan bahwa hari ini ada pemeriksaan,” ujar Arifin.
Ia menyampaikan, pihaknya memanggil yang bersangkutan untuk dimintai keterangan dalam proses penyelidikan.“Kami akan lakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan,” ujarnya
Arifin menjelaskan, pemeriksaan terhadap terlapor tersebut masih dalam tahap klarifikasi. Menurutnya, penyelidik juga telah meminta keterangan dari pihak terlapor.
Adapun kuasa hukum YH, Indra Siwabessy, kepada awak media menyampaikan bahwa kliennya tengah dimintai keterangan sebagai saksi. Menurutnya, pemeriksaan ini masih belum menyangkut inti kasus.
Sebelumnya, PT Fajar Mas Murni (PT FMM) melalui kuasa hukumnya, Tridominggus Nababan, melaporkan kasus dugaan pemalsuan surat izin edar CX3 Bilogical Mikroscope ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya pada 7 April 202. Laporan tersebut Nomor : LP/B/1795/IV/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA.
Rido, demikian Tridominggus karib disapa, menjelaskan, izin edar produk tersebut diberikan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kepada PT FMM setelah melengkapi berbagai persyaratan yang ditentukan. “Izin edar ini bisa diunduh di laman Kemenkes. Di situ sudah tertulis nama pendaftarnya PT Fajar Mas Murni,” ujarnya.
Persoalan mulai muncul ketika PT WPM menjual mikroskop merek tersebut pada rentang waktu Februari 2022. Pasalnya, perusahaan tersebut memberikan izin edar kepada konsumennya yang patut diduga telah dipalsukan.
Menurutnya, patut diduga dipalsukan karena izin edar yang diberikan pihak PT WPM kepada pelanggannya tersebut, dihilangkan nama PT FMM-nya, kemudian dibubuhi cap perusahaan serta diparaf.
“[Surat] yang sudah dihilangkan dan diberikan cap tersebut kemudian diberikan kepadacustomor-nya. Jadi patut diduga terjadi tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana Pasal 263 Ayat (1) dan (2) KUHP,” ujarnya.
Sebelum melaporkan persoalan tersebut kepada Polda Metro Jaya, pihak pelapor sempat melayangkan somasi kepada pihak PT WPM agar menyampaikan permohonan maaf di media massa cetak dan elektronik. Namun, kata Rido, pihak terlapor tidak mau menyampaikan hal tersebut dan beralasan itu merupakan dokumen publik.
Karena tidak tercapai kesepakatan dan permintaan maaf dari PT WPM, lanjut Rido, maka terpaksa pada 7 April 2022, pihaknya melaporkan hal tersebut kepada Polda Metro Jaya karena PT FMM mengalami kerugian materiil dan imateriil. Adapun terlapornya adalah Direktur PT WPM, YH dkk.
“Kami berharap pihak kepolisian dapat segera melakukan penyelidikan permasalahan hukum ini secepat-cepatnya agar permasalahan ini menjadi terang,” katanya.