Pekanbaru,Gatra.com - Pemerintah akhirnya mengakhiri kebijakan larangan ekspor minyak sawit atau CPO pada Senin (23/5). Kebijakan larangan eskpor tersebut sebelumnya menuai kritik dari banyak Asosiasi petani sawit, hingga ekonom seperti Rizal Ramli.
Ketua Asosiasi Petani Sawit Masa depan (SAMADE), Tolen Kateren, kepada Gatra.com mengungkapkan kebijakan larangan ekspor tersebut hanya menambah masalah para petani sawit.
Ia mengatakan, sebelum kebijakan larangan eskpor itu petani sawit berkutat dengan rentetan masalah yang terbilang pelik. "Seperti klaim sawit masuk dalam kawasan hutan, yang berimbas pada susahnya petani melakukan peremajaan sawit. Belum lagi harga pupuk yang naik gila-gilaan," ujarnya.
SAMADE sendiri telah mengirimkan surat terbuka atas persoalan kebijakan larangan ekspor tersebut pada Presiden Jokowi, Senin(16/5).
Sementara itu ketua DPRD Riau Yulisman menyambut baik kebijakan Presiden Jokowi, yang mencabut regulasi larangan ekspor CPO pada Senin mendatang (23/5).
Yulisman menilai pencabutan larangan tersebut, bakal memberikan angin segar bagi masyarakat Riau yang menggantungkan nasib di sektor sawit.
"Sektor sawit merupakan bagian yang berpengaruh terhadap kesejahteraan perekonomian warga Riau. Bila hal tersebut terganggu tentunya dampaknya sangat besar bagi warga Riau. Semoga dengan dibukanya ini masyarakat khusunya petani sawit bisa kembali sejahtera,"tegasnya.
Adapun Provinsi Riau merupakan daerah dengan perkebunan sawit terluas di Indonesia, yakni mencapai 2,89 juta hektare. Sebagai gambaran, menurut data Kementrian Pertanian luas areal perkebunan sawit di Indonesia pada 2021 mencapai 15 juta hektare.
Sementara itu menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, produksi kelapa sawit di Indonesia mencapai 49,12 juta ton pada 2020. Dari jumlah tesebut produksi sentra kelapa sawit di Riau mencapai 9,78 juta ton pada 2020. Sedangkan jumlah petani sawit di Bumi Lancang Kuning mencapai 500 ribu keluarga.