Jakarta, Gatra.com- Maraknya pemberitaan isu bahaya mikroplastik pada air kemasan perlu disikapi bijak oleh masyarakat. Ini lantaran sebelumnya Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan pada Badan Pengawas Obat dan Makanan, Rita Endang telah menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada risiko kesehatan terkait mikroplastik.
"Masyarakat tak perlu cemas," kata Rita dalam sebuah sesi dialog publik Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia belum lama ini. "Sampai saat ini, belum ada risiko kesehatan terkait mikroplastik," ia menegaskan.
Rita juga meminta masyarakat tidak mudah termakan isu. "Badan POM tak pernah lepas dari mengawasi segala hal terkait keamanan dan mutu obat dan makanan untuk menjaga kesehatan masyarakat," katanya.
Menurut Rita, mikroplastik pada dasarnya adalah "unsur serpihan plastik" yang tak kasat mata, ukuran satu hingga lima mikrometer. Mikroplastik pada dasarnya ada di semua unsur plastik jika sampai mengalami degradasi, alias rutuh dari badan polimer, baik karena karena perubahan suhu, gesekan dan sebagainya.
"Degradasi itu bisa terjadi pada plastik jenis PET, PC, PP," katanya merujuk pada jenis plastik yang jamak dijumpai di pasaran dalam wujud wadah botol plastik air minum.
Namun, merujuk pada maklumat organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Rita menyatakan WHO belum merekomendasikan pemantauan rutin atas kontaminasi mikroplastik dalam air kemasan. "Sampai saat ini, belum ada resiko kesehatan terkait mikroplastik," katanya menegaskan.
Lebih jauh, dia menyebut bahwa pada 2020, rapat bersama Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives menyampaikan mikroplastik belum perlu jadi prioritas analisis. "Bahkan pada 2021 otoritas keamanan pangan tertinggi Eropa, European Food Safety Authority, juga menyampaikan hal yang sama: pemantauan rutin mikroplastik belum menjadi prioritas," katanya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia, Rachmat Hidayat mengatakan belum ada studi ilmiah yang secara kuat membuktikan bahaya mikroplastik bagi tubuh manusia. “The Joint WHO#FAO Committee on Food Additives selaku lembaga pengkaji risiko untuk keamanan pangan belum mengevaluasi toksisitas mikroplastik,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/5).
Isu bahaya mikroplastik pada air minum menjadi isu hangat di banyak negara, termasuk Indonesia, setidaknya dalam empat tahun terakhir. Pemantiknya adalah laporan hasil riset uji kontaminasi mikroplastik pada air keran (tap water) dan pada air minum dalam kemasan plastik pada 2018.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), data awal seputar kontaminasi mikroplastik pada air minum dalam wadah botol plastik banyak merujuk pada hasil riset Departemen Kimia, State University of New York at Fredonia, Amerika Serikat.
Riset Fredonia itu, terbit dengan judul "Synthetic Polymer Contamination in Bottled Water" di jurnal Frontier in Chemistry pada September 2018, mencakup uji kontaminasi mikroplastik atas 11 merek air minum kemasan botol plastik di sembilan negara, termasuk air minum merek dari Indonesia.
Pada intinya, penelitian berujung temuan bahwa 93% dari total 259 botol sampel air minum kemasan yang diuji menunjukkan "sejumlah tanda telah terjadi kontaminasi mikroplastik". Dengan bantuan program komputer, riset menghitung ukuran, konsentrasi dan jenis mikroplastik pada semua sampel.
Dari situ diketahui rata-rata ada 10,4 partikel mikroplastik dengan ukuran di atas 10 mikrometer per liter dalam setiap botol sampel.
Sementara itu, pemeriksaan dengan mikroskop FTIR mengonfirmasi partikel renik yang berhasil diidentifikasi adalah polimer plastik dengan jenis yang paling dominan adalah polypropylene -- jamak digunakan sebagai bahan baku produksi tutup botol air minum kemasan.
lain laporan menyebut kontaminasi mikroplastik pada sampel yang diuji kemungkinan bersumber dari kemasan plastik dan atau saat proses pengisian air minum di pabrik pengolahan.
Dalam bagian akhir, laporan mempertimbangkan fakta belum ada penelitian yang konklusif terkait dampak kontaminasi mikroplastik pada manusia dan fenomena masifnya konsumsi air minum kemasan di seluruh dunia.
Karena itu, riset merekomendasikan pengurangan produksi dan konsumsi air minum kemasan botol plastik, utamanya untuk mereka yang tinggal di wilayah dimana masih tersedia air keran yang bersih dan sehat.