Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) memeriksa Presiden Direktur (Presdir) PT Sari Agrotama Persada, TM; dan Direktur Utama (Dirut) PT Wilmar Nabati Indonesia, E; dalam kasus dugaan korupsi Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya pada bulan Januari 2021–Maret 2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Rabu (18/5), menyampaikan, penyidik juga memeriksa Direktur PT Berkah Sarana Irjatma, AT; dan Direktur CV Maju Terus, HP.
Selanjutnya, penyidik memeriksa Sales Manager PT Sari Agrotama Persada, AS; Deputy Head PT Bukit Inti Makmur Abadi, SVPK; dan Kepala Bagian (Kabag) Perlengkapan pada Biro Umum dan Laporan Pengadaan Sekjen, BA.
Penyidik memeriksa mereka sebagai saksi untuk lima orang tersangka, yaitu Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemdag), Indrasari Wisnu Wardhana (IWW); Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor (MPT); Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG), Stanley M (SM); General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas, Togar Sitanggang (TS), dan penasihat kebijakan/analisa pada Independent Researach & Advisory Indonesia yang diperbantukan di Kemendag, Lin Che Wei (LCW alias WH).
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor CPO dan turunannya,” kata Ketut.
“Saat ini, fakta riil di lapangan bahwa DMO (Domestic Market Obligation) minyak goreng 20% sebagai syarat penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE) tidak ada,” katanya.
Tim Jaksa Penyidik sedang terus melakukan pendalaman dan pengecekan DMO minyak goreng 20% di seluruh wilayah Indonesia. Tim Jaksa Penyidik telah berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Republik Indonesia dan ahli ekonomi dari akademisi, serta permintaan keterangan ahli untuk penghitungan kerugian keuangan negara atau perekonomian Negara.
Para tersangka melakukan perbuatan melawan hukum berupa bekerja sama secara melawan hukum dalam penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE) dan dengan kerja sama secara melawan hukum tersebut.
Akhirnya, diterbitkan Persetujuan Ekspor (PE) yang tidak memenuhi syarat, yaitu mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO) dan tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO sebesar 20% dari total ekspor.
Perbuatan para tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara, yaitu kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat.
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka keempat orang di antaranya melanggar Pasal 54 Ayat (1) huruf a dan Ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.
Kemudian, Keputusan Menteri Perdagangan No. 129 Tahun 2022 jo No. 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation).
Terakhir, Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, jo. Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Olein dan UCO.
Penyidik menyangka LCW alias WH melanggar Pasal 2 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.