Jakarta, Gatra.com - Sosok Airlangga Hartarto, dalam penilaian Adi Prayitno, lebih banyak dikenal sebagai Menteri Koordinator bidang Perekonomian ketimbang sebagai Ketua Umum Golkar. Pengamat politik itu mengatakan, tampilan figur publik menuju Pilpres 2024 cukup penting, sebab memengaruhi popularitas dan elektabilitas.
Kendati demikian, Adi menilai kinerja Airlangga banyak diapresiasi karena pertumbuhan ekonomi Indonesia dianggap sudah pulih, yakni diprediksi mencapai 5-6%. Pertumbuhan ini memang tidak bisa dibanggakan, tetapi menurut Adi, minimal tidak terjebak lagi jurang resesi seperti tahun lalu.
“Itu enggak kelihatan sebagai prestasi Airlangga, karena dia lebih banyak sebagai Menko, sehingga insentif politik yang didapatkan itu Jokowi. Karena tak ada visi misi menteri, adanya presiden,” kata Adi Prayitno kepada Majalah Gatra, Senin malam (16/5) lalu.
Adi mengatakan, Airlangga harusnya bisa lebih banyak tampil sebagai Ketum Golkar, dalam menentukan dan memberikan pernyataan politik. Apalagi, Golkar kini sudah membangun Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PAN dan PPP.
Airlangga juga seharusnya punya diferensasi politik yang tegas karena ada kecenderungan publik suka dengan figur-figur yang relatif punya posisi tegas, berbeda, dan kritis dengan pemerintah saat ini.
“Problemnya, KIB adalah orang yang dekat dengan pemerintah. Bahkan saat deklarasi, koalisi menjamin akan melanjutkkan program yang akan disampaikan dan dilanjutkan dalam dua periode. Sulit juga (untuk Airlangga) karena posisi Menko diandalkan oleh Presiden,” kata Adi.
Jika ingin langkah besar, skenario paling menarik adalah Airlangga pamit mengundurkan diri secara terhormat sebagai menteri. Ia fokus membesarkan partai, pencapresan, dan terus menjadi partner kritis pemerintah. Adi yakin keputusan itu pasti bakal disambut meriah oleh publik.
“Kalau di dalam (pemerintah) terus rebutan pengaruh dengan partai lain. Berharap restu Presiden sekali pun enggak mungkin karena terlihat Presiden merestui siapa pun orang-orang di sekitarnya akan maju. Filosofinya, ia meletakkan telur di banyak keranjang, bukan di satu keranjang saja,” Adi mengungkapkan.
Siapa pantas mendampingi Tuan Besar Golkar?
Dari hasil sigi beberapa lembaga survei, elektabilitas Airlangga sebenarnya masih begitu rendah. Namun, suka tidak suka, posisinya tetap menguntungkan. Airlangga merupakan ketum parpol pemenang nomor dua. Ini yang disebut Adi membuat mahal Golkar.
Menurut Adi, nantinya bakal ada tarik menarik antara figur-fugur yang kuat elektabilitasnya, tapi tidak punya akses ke partai, seperti Anies Baswedan atau Ridwan Kamil. Elitis sepeti Airlangga, Ketua PKB Muhaimin Iskandar, Ketua PDI Perjuangan Puan Mahariani, sekali pun elektabilitasnya tidak signifikan, mereka punya golden ticket untuk dapat dukungan partai.
“Yang signifikan cuma dua, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Ganjar juga dari PDI Perjuangan, Prabowo Gerindra mau maju sendiri,” kata Adi.
Siapa pun bisa menjadi pendamping Airlangga selama elektabilitasnya kuat. Ganjar, Prabowo, bisa juga Puan Maharani. Menurut Adi, politik bukan soal elektabilitas atau tingginya popularitas. Dua hal itu kurang berguna selama tak punya golden ticket dari partai.
Dalam proyeksi Adi, Golkar juga sebenarnya tak hanya membidik mereka yang masuk dalam radar survei saja. Figur lain seperti Panglima TNI Andhika Perkasa, bisa saja dipilih jika memiliki adaptasi penerimaan publik yang bagus.
Pengusungan Airlangga ini merupakan harga mati bagi Golkar. Keputusan itu sudah terbentuk melalui musyawarah nasional (munas). Jika ingin pencapresan Airlangga diubah, otomatis mereka harus melakukan munas luar biasa atau munaslub terlebih dahulu.