Jakarta, Gatra.com - Persetujuan prakarsa Rancangan Perpres tentang Perencanaan Terpadu Percepatan Pengelolaan Perhutanan Sosial telah disetujui oleh Presiden pada 27 April 2022. Regulasi ini dianggap penting sebagai upaya percepatan distribusi akses perhutanan sosial.
Diharapkan, target 12,7 juta hektare perhutanan sosial dapat tercapai dengan 25.000 orang tenaga pendamping. Selain itu, regulasi ini juga bisa meningkatkan kualitas Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Perpres ini memuat perencanaan jangka menengah hingga tahun 2030 yang menjadi acuan para pihak dalam berkordinasi dan berkolaborasi dalam mencapai tujuan nasional. Substansi dari Perpres ini sangatlah lengkap antara lain berfokus pada upaya percepatan, target dan sasaran, strategi, program dan kegiatan, penetapan pengembangan wilayah terpadu, pelaksana, monitoring dan evaluasi, dukungan para pihak, sistem informasi berbasis digital, dan aspek pembiayaan.
Terdapat tiga fokus utama yang mencakup percepatan distribusi akses legal pengelolaan perhutanan sosial, percepatan pendampingan dan peningkatan kualitas pengembangan usaha perhutanan sosial. Sampai saat ini, telah didistribusikan 4,92 juta akses legal hektare bagi 8.223 KUPS yang didampingi 1.510 orang pendamping.
“Pendamping sangat penting untuk tranformasi pengetahuan lokal tata kelola perhutanan yang berbasis ekologi, sosial, dan ekonomi,” kata Professor IPB, Didik Suharjito pada acara pembahasan Rancangan Perpres di Jakarta, Jumat (13/5).
Selain pendampingan, pelibatan pemerintah daerah terkait pemberdayaan masyarakat juga diatur dalam regulasi ini. Rencana aksi didasarkan tapak pada daerah yang difasilitasi pembentukan kelembagaan kelompok tani hutannya dan pemerintah daerah provinsi melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
“Sehingga setiap tahunnya akan tercapai tambahan distribusi akses 1 juta hektare,” ujar Dirjen Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Supriyanto.
Dalam Rancangan Perpres ini juga diatur insentif kepada para pemegang perhutanan sosial melalui Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dalam rangka pemulihan ekosistem dan peningkatan produktivitas lahan. Peta indikatif perhutanan sosial pada umumnya berasal dari areal eks perijinan HPH/HTI, BUMN yang pada umumnya dengan tutupan lahannya rendah/gundul, daerah konflik yang memerlukan fasilitasi pemerintah untuk mencari penyelesaian dan sekaligus dalam rangka pemulihan serta peningkatan kesejahteran.
Setelah mandat persetujuan prakarsa ini diberikan, harus dilaksanakan pembahasan 14 hari setelahnya. Maka pada kesempatan itu dilakukan juga pembahasan antar Kementerian/Lembaga. Disepakati Perpres ini diselesaikan pada Juli 2022 melalui pembahasan panitia antar kementerian, harmonisasi di Kemenkum HAM, dan persetujuan presiden.
Sekretaris Jenderal KLHK, Bambang Hendroyono selaku pimpinan rapat menyampaikan bahwa Perhutanan Sosial merupakan program strategis nasional yang harus didukung oleh Kementerian/Lembaga. “Integrasi program berbasis perhutanan sosial menjadi salah satu kunci penting,” katanya.