Jakarta, Gatra.com – Tim Penyidik Koneksitas memeriksa mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Baranahan Kemhan), Laksamana Muda (Laksda) L, dalam kasus dugaan korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan (Kemhan) Tahun 2012–2021.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung), Ketut Sumedana, di Jakarta, Kamis (12/5), mengatakan, penyidik memeriksa kepala Baranahan Kemhan periode 2015-2017 tersebut sebagai saksi.
“Diperiksa terkait pengadaan ground segment oleh Navayo dan kontrak-kontrak bersama konsultan dalam pengadaan terkait Satelit Slot Orbit 123° BT,” ujarnya.
Ketut menyampaikan, Tim Penyidik Koneksitas memeriksa Laksamana Muda (Laksda) L di Kantor Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil) Kejagung, Jakarta.
Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT pada Kemhan Tahun 2012–2021.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menggeledah 3 lokasi, di antaranya kantor PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) di Jalan Prapanca Raya, Jakarta Selatan. “Kedua, kantor PT Dini Nusa Kusuma yang beralamat di Panin Tower Senayan City, lantai 18A Jakarta Pusat,” kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kapuspenkum sebelum Ketut, Selasa (18/1/2022).
Lokasi ketiga, lanjut Leo, adalah apartemen milik saksi SW. SW merupakan direktur utama (Dirut) PT Dini Nusa Kusuma dan juga Tim Ahli Kementerian Pertahanan. Penggeledahan tersebut berlangsung pada pukul 15.00 WIB.
Dari penggeledahan tersebut, kata Leo, Tim Penyidik Pidsus Kejagung menyita 3 kontainer plastik dokumen dan barang bukti elektronik dengan total kurang lebih 30 buah.
“Terhadap barang yang disita tersebut akan dijadikan barang bukti dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT pada Kementerian Pertahanan Tahun 2015–2021,” katanya.
Adapun PT DNK, merupakan pemegang Hak Pengelolaan Filing Satelit Indonesia untuk dapat mengoperasikan Satelit atau menggunakan Spektrum Frekuensi Radio di Orbit Satelit tertentu.
Kemudian, Kejagung mencegah 3 orang saksi pergi ke luar negeri pada Jumat, 18 Februari 2022. Ketiganya yakni Presiden Direktur (Presdir) PT DNK, AW; Konsultan Teknologi/Mantan Direktur Utama PT DNK Tahun 2016–2020, SCW; dan TAVDH (swasta) Warga Negara Amerika Serikat (AS). Mereka dicegah ke luar negeri atau keluar dari Indonesia selama 6 bulan terhitung mulai 18 Februari 2022.
Untuk mengusut kasus ini, Jaksa Agung ST Burhanuddin membentuk pasukan penyidik koneksitas terdiri dari 45 orang penyidik dari Kejagung serta Pusat Polisi Militer (Puspom) dan Oditur Militer TNI.
Baca Juga: Usut Korupsi Satelit Kemhan, Kejagung Periksa 2 Dirut dan Komisaris PT DNK
Pembentukan pasukan penyidik kasus satelit pada Kemhan tersebut berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2022 yang diteken Burhanuddin. Adapun dari unsur Kejaksaannya, yakni Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil), Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
“Setelah Keputusan Jaksa Agung RI dikeluarkan, Tim Penyidik Koneksitas segera melakukan kegiatan penyidikan,” kata Ketut.
Tim penyidik akan memanggil saksi-saksi guna diminta keterangan. Kemudian, melakukan penyitaan dokumen untuk membuat terang perkaranya dan selanjutnya akan melakukan gelar perkara untuk menentukan konstruksi yuridis dan pihak yang bertanggung jawab atas perkara dimaksud.
Sebelumnya, Jampidsus menyerahkan hasil penyidikan dugaan keterlibatan oknum TNI dalam kasus Dugaan Tindak Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° Bujur Timur (BT) pada Kemhan Tahun 2012–2021 kepada Jampidmil.
“[Penyerahan hasil penyidikan ini] berdasarkan Nota Dinas Nomor: B-282/F/Fd.2/02/2022 tanggal 21 Februari 2022,” kata Leo, Senin (21/2/2022).
Penyerahan hasil penyidikan dilakukan untuk kepentingan penyidikan secara koneksitas dengan Penyidik Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) dikarenakan adanya dugaan keterlibatan dari unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan sipil.
Menurut Leo, penyerahan hasil penyidikan ini merupakan tindak lanjut dari penyidikan kasus pengadaan satelit bahwa sebagaimana disampaikan Jaksa Agung ST Burhanuddin pada Senin (14/1) lalu, sesuai hasil gelar perkara oleh tim penyidik, terdapat dugaan keterlibatan oknum TNI dan sipil.
“Diduga ada keterlibatan dari unsur TNI dan unsur sipil sehingga para peserta dalam gelar perkara sepakat untuk mengusulkan penanganan perkara ini ditangani secara koneksitas,” ujar Leo.
Jampidsus Febrie Adriansyah sebelumnya menyebutkan bahwa pihaknya juga sudah menemukan ada indikasi kerugian negara karena dalam sewa tersebut sudah dikeluarkan sejumlah uang sebesar Rp515.429 miliar. Ini merupakan temuan sementara yang akan terus didalami.
Menurutnya, dengan keterbukaan tersebut, perlu adanya pemahaman yang sama terhadap anatomi perkara yang terjadi, modus operandi, dan siapa yang berperan dalam tindak pidana korupsi proyek satelit tersebut yang kini sedang disidik.
Kejagung pada Jumat (14/1), menyatakan bahwa pihaknya mulai menyidik kasus dugaan korupsi Proyek Pengadaan Satelit slot Orbit 123° BT pada Kemhan tahun 2015–2021.
Febrie mengatakan, pihaknya mulai menyidik kasus tersebut setelah menaikkannya dari penyelidikan. Adapun penyelidikan kasus ini berlangsung sepekan.
Dalam penyelidikan tersebut, penyelidik Kejagung telah memeriksa beberapa pihak, baik dari swasta atau rekanan pelaksana maupun dari beberapa orang di Kemhan sebanyak 11 orang.
Baca Juga: Jaksa Agung Bentuk Pasukan untuk Bongkar Korupsi Satelit Kemhan
Kejagung juga berkoordinasi dengan beberapa pihak yang dapat menguatkan pencarian barang bukti, salah satunya auditor di Badan Pengawasan Kuangan dan Pembangunan (BPKP) ketika menyelidiki kasus tesebut.
Pelibatan auditor BPKP tersebut, lanjut Febrie, sehingga tim penyelidik memperoleh masukan sekaligus laporan hasil audit tujuan tertentu dari BPKP. Selain itu juga, didukung dokumen lain yang dijadikan alat bukti dalam proses pelaksanaan itu sendiri.
Jampidsus mengatakan, kasus dugaan korupsi ini berawal pada tahun 2015 sampai dengan 2021 ketika Kemenhan melaksanakan Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123° BT. Ini merupakan bagian dari Program Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) di Kemhan, antara lain pengadaan satelit Satkomhan MSS (Mobile Satelit Sevice) dan Ground Segment beserta pendukungnya.
“Namun yang menjadi masalah adalah dalam proses tersebut, kita menemukan perbuatan melawan hukum, yaitu ketika proyek ini dilaksanakan, tidak direncanakan dengan baik,” ungkapnya.
Bahkan, lanjut Febrie, saat kontrak dilakukan, anggaran belum tersedia dalam DIPA Kemhan Tahun 2015. Kemudian, dalam prosesnya ini juga ada penyewaan satelit dari Avanti Communication Limited yang seharusnya saat itu tidak perlu dilakukan.
“Tidak pelu menyewa karena di ketentuannya saat satelit yang lama tidak berfungsi, masih ada waktu 3 tahun dapat digunakan. Tetapi dilakukan penyewaan jadi kita melihat ada perbuatan melawan hukum,” tandasnya.
Bukan hanya itu, satelit yang disewa tidak dapat berfungsi dan spesifikasi tidak sama, sehingga indikasi kerugian keuangan negara yang ditemukan berdasarkan hasil diskusi dengan auditor, diperkirakan uang yang sudah keluar sekitar Rp500 miliar atau setengah triliun.
Uang setengah triliun rupiah itu berasal dari pembayaran sewa Satelit Arthemis dari Perusahaan Avant Communication Limited sekitar Rp41 miliar, biaya konsultan senilai Rp18,5 miliar, dan biaya arbitrase NAVAYO senilai Rp4,7 miliar.
“Selain itu, ada pula putusan arbitrase yang harus dilakukan pembayaran sekitar US$ 20 juta, dan inilah yang masih disebutkan sebagai potensi,” katanya.
Pembayaran US$ 20 juta itu masih menjadi potensi kerugian karena masih berlangsung dan melihat bahwa timbulnya kerugian atau potensi sebagaimana tadi disampaikan dalam persidangan arbitrase karena memang ada kejahatan yang dalam kualifikasinya masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi.
Selanjutnya, Febrie mengatakan bahwa beberapa waktu yang lalu telah dilakukan ekspose dan telah disepakati bahwa alat bukti sudah cukup untuk dilakukan penyidikan sehingga telah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: PRINT-08/F.2/Fd.2/01/2022 tanggal 14 Januari 2022.