Yogyakarta, Gatra.com – Dalam dialog dengan anggota DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta, para buruh meminta Pemda DIY untuk mengalokasikan Dana Keistimewaan (Danais) dan tanah Sultan Ground (SG) untuk perumahan murah.
Memperingati Hari Buruh (May Day) yang jatuh pada 1 Mei, para buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menggelar orasi dan dialog dengan wakil rakyat di gedung DPRD DIY di Jalan Malioboro, Kamis (12/5).
“Kepada pemerintah pusat, tuntutan kami masih sama yaitu tetap memprotes pemerintah terkait dengan Undang-undang Cipta Kerja,” kata juru bicara MPBI DIY Irsyad Ade Irawan.
Tidak hanya ke pusat, Isryad menyampaikan dua tuntutan buruh ke Pemda DIY yaitu penggunaan Dana Keistimewaan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dan meminta Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dan Paku Alam X mengizinkan penggunaan SG dan Pakualaman Ground (PAG) sebagai permukiman murah bagi buruh.
MPBI DIY menilai alokasi APBD dan Danais untuk program Jaminan Sosial Istimewa Daerah akan menjamin hak-hak pekerja DIY.
“Hak-hak buruh yang dimaksud adalah jaminan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan buruh di DIY,” jelasnya.
Mengenai penggunaan SG dan PAG, Isryad menilai jika hal itu bisa terwujudkan maka akan menjadi bentuk kepedulian raja terhadap rakyat kecil. Dengan UMP DIY yang kecil, Isryad mengatakan banyak buruh tidak mampu membeli rumah di DIY karena harganya terus meroket.
“Rekan-rekan buruh MPBI DIY mendesak raja Keraton Yogyakarta dan Adipati Pakualaman X merelakan tanah-tanah miliknya untuk perumahan buruh. Ini akan mempermudah pekerja mendapatkan hunian di DIY,” kata Irsyad.
Dua tuntutan berupa Danais dan penggunaan tanah keraton itu bagi buruh adalah kombinasi tepat untuk meningkatkan kesejahteraan buruh yang berserikat.
Paniradya Pati Keistimewaan DIY, Aris Eko Nugroho, mengatakan pihaknya harus mengkaji tuntutan buruh soal penggunaan Danais untuk jaminan sosial buruh.
Kajian ini dibutuhkan sebab penggunaan Danais semestinya tidak hanya memberikan manfaat kepada buruh, melainkan juga penjaga makam dan pekerja lain yang berharap merasakan manfaat yang sama.
“Penggunaan SG maupun PAG untuk perumahan bagi buruh membutuhkan izin Sri Sultan Hamengku Buwono X. Tanah Kasultanan merupakan tanah kekancingan Keraton Yogyakarta,” katanya.
Dengan demikian, kata Aris, masyarakat pekerja mustahil memiliki sertifikat hak milik (SHM) tanah tersebut jika tuntutan itu dapat diakomodasi pemerintah.