Home Hukum Lagi! Ada Mafia Tanah di Tangerang, Kuasa Hukum Korban Minta Polisi Maksimal

Lagi! Ada Mafia Tanah di Tangerang, Kuasa Hukum Korban Minta Polisi Maksimal

Jakarta, Gatra.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) mencatat kasus yang terindikasi sebagai mafia tanah di Indonesia sejak 2018 hingga tahun 2021 mencapai 242 kasus. Meski demikian, kasus mafia tanah tersebut tak pernah henti.

 

Salah satu korban mafia tanah yang menjadi perhatian publik saat ini adalah Hagus Gunawan. Pria yang akrab disapa Hagus tersebut adalah warga Kampung Sukajaya, RT 01/RW 07, Tegal Angus, Kec. Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten.

 

Hagus melaporkan salah satu terduga mafia tanah berinisial ONN alias Natauw ke Polres Metro Tangerang Kota pada 10 April 2020 lalu. Natauw adalah warga Kampung Pondok Makmur, RT 001/RW 002, Tegalangus, Kec. Teluknaga, Kab. Tangerang.

 

Laporan dengan nomor LP/B/331/IV/2020/PMJ/Restro Tangerang Kota atas dugaan penyerobotan tanah miliknya. Dalam laporan tersebut, Natauw diduga melanggar pasal 226 Ayat 2 KUHP sub Pasal 263 ayat 2 dan atau pasal 385 KUHP.

 

Natauw pun telah ditetapkan sebagai tersangka atas laporannya. Penetapan tersangka tersebut setelah penyidik memeriksa 20 saksi.

 

Menurut Hagus, tanah yang diserobot tersebut merupakan milik ayahnya bernama Gouw Tjun Wie alias Digul. Tanah ayahnya tersebut seluas kurang lebih 116.090 M². Tanah itu terletak di Desa Tegal Angus, Kec. Teluk Naga, Kabupaten Tangerang.

 

Sekira tahun 1982 kata Hagus, terjadi pemekaran wilayah sehingga bidang tanah milik Digul terbagi menjadi dua wilayah yakni sebagian di Desa Tegal Angus dengan luas kurang lebih 45 Hektar dan sebagian di Desa Tanjung Pasir dengan luas kurang lebih 54 Hektar.

 

"Berdasarkan kepemilikan hak berupa girik C Nomor 137. Pada tanggal 7 September 1992, Digul meninggal dunia," kata Hagus kepada wartawan, Rabu (11/5/2022).

 

Namun sekira tahun 2014 silam kata Hagus, ahli waris dari Digul mengetahui bahwa tanah milik Digul yang terletak di Kampung Sukamulya, Desa Tanjung Pasir, Kec. Teluk Naga, Kab. Tangerang diakui oleh Natauw.

 

Bahkan tanah tersebut kata Hagus telah memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas nama Natauw dan suaminya bernama Tompul. Setelah ditelusuri, dasar penerbitan SHM tersebut adalah girik C. Nomor 1443 dan Akta Jual Beli (AJB).

 

Pada tahun 2017, kata Hagus, Natauw menjual tanah tersebut kepada pengembang dan kepada pihak lainnya. Tanah yang dijual tersebut seluas kurang lebih 62.767 meter persegi.

 

Namun, semua dokumen girik, AJB dan PM1 yang digunakan untuk penerbitan sertifikat HGB atas nama Natauw tidak ditemukan arsipnya di Kantor Desa dan Camat, sehingga diduga palsu.

 

Kepolisian pun telah memeriksa Natauw. Natauw mengakui telah menjual tanah tersebut kepada pengembang pada tahun 2017 silam.

 

Namun kepada penyidik, Natauw mengaku tidak tahu harga jual tanah tersebut lantaran yang mengurus semuanya adalah anak Natauw bernama Irwan Gunawan.

 

Bergulir di Pengadilan Negeri Tangerang

 

Laporan pidana Hagus terhadap Natauw pun telah bergulir di Pengadilan Negeri Tangerang. Natauw telah didakwa atas dugaan kasus penyerobotan dan menggunakan surat palsu. Sidang di PN Tangerang tersebut telah bergulir delapan kali.

 

Sejatinya pada Selasa (10/5/2022) kemarin digelar sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi, namun saksi yang diajukan JPU tidak hadir. "Sudah delapan kali sidang kalau enggak tunda kemarin, sudah ke sembilan," beber Hagus.

 

Sementara pengacara Hagus, Petrus Selestinus menduga ada pihak lain yang turut serta dalam penyerobotan tanah tersebut. Terduga yang terlibat tersebut adalah saksi berinisial HG yang saat itu menjabat Kepala Desa periode 2017-2019, Saksi IG dan F.

 

Berdasarkan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian, lanjut Petrus, saksi HG menerima uang dari IG kurang lebih Rp10 juta dan mobil Mazda 2 warna putih dengan Nopol B 1821 CMI. Saksi IG pun, kata Petrus, mengakui perbuatannya kepada penyidik.

 

"Kalau baca dalam dokumen yang ada, ada yang memberikan uang dan mobil pada kepala desa. Karena kepala desa ini penyelenggara negara, maka seseorang yang bernama Irwan yang memberi uang dan mobil kepada Kepala Desa itu masuk kategori suap. Suap berkaitan dengan penyelenggara negara itu kategori korupsi," terang Petrus.

 

Peristiwa dugaan suap tersebut, kata Petrus, belum disentuh oleh pihak kepolisian. "kita akan melaporkan dugaan suap Rp10 juta dan satu unit mobil dengan nilai kurang lebih Rp100 juta itu. Kita akan laporkan kepada KPK dan Kejaksaan supaya ini diproses dari tindak pidana korupsinya," katanya.

 

Menurut Petrus, penyidik Polres Tangerang Kota sudah bisa membuka penyidikan baru dalam kasus yang diduga melibatkan Natauw ini.

 

"Pemberi sudah mengakui dan penerima pun sudah mengakui. Dari segi bukti sudah cukup," tutupnya.

907