Banyumas, Gatra.com – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan suhu tinggi dan panas terik yang terjadi di berbagai daerah, termasuk Jawa Tengah bagian selatan, bukan merupakan fenomena gelombang panas.
Prakirawan Stasiun Meteorologi (Stamet) Tunggulwulung Cilacap, Rendy Krisnawan mengatakan, khusus wilayah Jateng selatan saat ini sudah memasuki musim pancaroba atau transisi. Posisi semu matahari sudah berada di sisi utara ekuator yang menandakan bahwa musim kemarau akan tiba.
Di musim transisi musim hujan ke kemarau, tutupan awan cenderung rendah sehingga cuaca cenderung cerah menyengat sejak pagi. Akibatnya, suhu udara meningkat dalam beberapa hari terakhir.
“Bukan karena gelombang panas,” tegasnya, Selasa(10/5).
Menurutnya, kondisi ini diperkirakan akan berlangsung hingga pertengahan Mei mendatang. Pada akhir Mei, curah hujan akan semakin turun dan kemarau diperkirakan akan tiba pada Juni. Saat ini curah hujan di berbagai wilayah di Jateng selatan juga sudah mulai menurun.
Di antaranya, Cilacap, Banyumas, Kebumen dan Purworejo. Khusus Banjarnegara dan Wonosobo, curah hujan masih cukup tinggi.
“(Cilacap selatan) Masih ada potensi curah hujan, dalam satu dasarian antara 50-100 mililiter, masuk ke dalam kategori menengah. Tetapi untuk wilayah Cilacap tengah hingga barat dan juga Cilacap bagian utara, curah hujan sudah mulai menurun, untuk akhir Mei hingga awal Juni. Yakni 21-75 mililiter per dasarian,” jelas Rendy.
Seperti diketahui, suhu meningkat beberapa hari terakhir. Ada sebagian yang mengaitkannya dengan munculnya fenomena gelombang panas atau dikenal dengan heatwave.
Gelombang panas sendiri merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama lima hari atau lebih secara berturut-turut di mana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat Celsius atau lebih.