Kudus, Gatra.com– Tradisi Bulusan di Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, tahun ini kembali digelar, setelah dua tahun absen didepak pagebluk. Meski digelar dengan sederhana dengan pembatasan, tetapi suasana sakral pada Senin (9/5) ini tetap melekat seperti helatan masa-masa dulu.
Budaya yang berlangsung setiap tahun setelah sepekan hari raya Idulfitri ini, selalu menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat. Terlebih membuat berputarnya roda ekonomi, di mana setiap tradisi ini berlangsung, selalu dijejali pedagang dadakan di sekitar lokasi.
Meski begitu, belum banyak yang tahu asal-muasal tradisi ini terlahir. Juru kunci Makam Mbah Dudo, Sirajudin mengatakan, berdasarkan budaya tutur yang telah turun-temurun. Tradisi Syawalan (Bulusan) di Dukuh Sumber erat kaitannya dengan sosok Joko Samudra (Mbah Buyut Dudo) dan Sunan Muria (Raden Umar Said).
“Saat di daerah ini masih berupa hutan, ada sesepuh yang bernama Mbah Buyut Dudo. Meksi tidak memiliki anak dan istri, beliau memiliki santri yang berguru kepada beliau,” ujarnya, Senin (9/5).
Singkat cerita, saat Sunan Muria berjalan ke arah selatan pada waktu malam menjelang Lebaran, ia melihat orang yang masih saja bekerja di sawah. Lantaran yang demikian tidak lumrah, Sunan Muria tidak sengaja berkata kalau orang tersebut seperti bulus (kura-kura).
“Sontak orang yang berada di sawah itu berubah menjadi bulus, seperti perkataan Mbah Kanjeng Sunan. Itu kejadiannya malam menjelang hari raya Idulfitri. Orang yang bekerja di sawah (dawut) itu adalah santri Mbah Buyut Dudo,” ungkap Sirajudin.
Lantaran merasa bersalah, Sunan Muria pun segera bergegas menemui Mbah Buyut Dudo dan meminta maaf. Setelah itu mereka berdua berjalan ke Utara. Sesampainya di suatu daerah, Sunan Muria yang ditemani Mbah Buyut Dudo kemudian menancapkan tongkat Adem Ati ke tanah. Dari situ muncul air yang mengucur deras.
“Sunan Muria mengatakan nanti pada suatu masa, daerah tersebut akan ramai dan dinamai Sumber. Sehingga terkenal sampai sekarang menjadi Dukuh Sumber,” jelasnya.
Selain menyebutkan jika daerah tersebut bakal menjadi permukiman, Sunan Muria menambahkan kalau santri yang telah berubah wujud menjadi bulus itu akan selalu diberikan makanan oleh warga.
“Dari situlah bermula, setiap warga yang memiliki hajat pasti mengirimkan makanan ke sini. Warga percaya jika tidak melakukan, pasti mendapatkan kendala,” imbuhnya.