Banyumas, Gatra.com – Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor minyak goreng dan bahan bakunya, yakni sawit dan turunannya.
Pengurus PISPI yang juga alumni Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, DR Tedy Dirhamsyah mengatakan, sebagai salah satu penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, dengan luas lahan lebih dari 15 juta ha, harga minyak goreng dalam negeri mengalami kenaikan yang relatif tidak terkendali di Indonesia adalah ironi.
Kata dia, kebijakan pelarangan ini merupakan upaya untuk mendorong ketersediaan bahan baku, juga pasokan minyak goreng di dalam negeri, dan menurunkan harga minyak goreng ke harga keterjangkauan. Yakni, menekan harga minyak goreng dalam negeri sampai harga minyak merata di seluruh penjuru Indonesia.
“Kebijakan larangan ini berlaku untuk semua produk, baik itu Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah, Red Palm Oil (RPO), Refined Bleached Deodorized (RBD) palm olein, Palm Oil Mill Effluent (POME), dan Used Cooking Oil (UCO/minyak jelantah),” katanya, dalam keterangannya, Senin malam (2/5).
Menurut dia, pelarangan ini menunjukkan bahwa Presiden Jokowi berkomitmen melaksanakan UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam pertimbangan aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis pada UU Pangan disebutkan, negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada level nasional dan daerah.
Kedua, presiden sensitif pada tuntutan masyarakat terutama ibu-ibu, pedagang UMKM dan masyarakat yang tertekan karena kenaikan harga minyak goreng. Ketiga, presiden harus bertindak karena sudah terlalu lama para pembantunya dan aparat birokrasi yang paling bertanggung jawab soal ketersediaan minyak goreng tidak bisa menyelesaikan kelangkaannya di pasar.
Dia menegaskan, Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) mendukung langkah Presiden RI untuk menghentikan ekspor tersebut, apabila sifatnya sangat sementara dan jangka pendek sampai ketersediaan minyak goreng (Migor) sawit tersedia merata dan harga terjangkau di dalam negeri.
“Kelangkaan dan harga Migor sawit yang melambung tinggi sebetulnya tidak perlu terjadi mengingat Indonesia memiliki lahan sawit terluas dan produsen terbesar di dunia,” kata Tedy.
Menurut Tedy, perlu langkah tegas untuk mengatasi kelangkaan dan kenaikan harga migor sawit belakangan ini. Diperkirakan kenaikan harga tak terkendali itu karena dinamika kenaikan harga pangan global, panic buying, disparitas harga dan praktik tidak terpuji dari segelintir pelaku usaha, oknum pejabat.
“Ekspor tidak sesuai ketentuan, dan penimbunan Migor sawit. Ketegasan Satgas Pangan dan Aparat Penegak Hukum (APH) diperlukan agar pasokan dan stabilisasi harga bahan pangan termasuk Migor sawit dapat terjaga dengan baik, terlebih saat ini sedang memasuki hari-hari besar keagamaan,” ucap dia.