Jakarta, Gatra.com - KPK menetapkan 8 (delapan) orang sebagai tersangka termasuk Bupati Bogor Ade Yasin dari hasil tangkap tangan. Hal ini terkait tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.
Para tersangka yakni selaku pemberi suap Bupati Bogor Ade Yasin (AY), Sekdis PUPR Kab. Bogor Maulana Adam (MA), Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor Ihsan Ayatullah (IA), dan PPK pada Dinas PUPR Kab. Bogor Rizki Taufik.
Sebagai penerima adalah empat pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat Anthon Merdiansyah, Arko Maulawan, Hendra Nur Rahmatullah Karwita, dan Gerri Ginajar Trie Rahmatullah.
“Dalam kegiatan tangkap tangan ini KPK mengamankan bukti uang dalam pecahan rupiah dengan total Rp1,024 Miliar yang terdiri dari uang tunai sebesar Rp570 juta dan uang yang ada pada rekening bank dengan jumlah sekitar Rp454 juta,” kata ketua KPK Firli Bahuri, Kamis (28/4).
Penyuapan ini berawal dari keinginan Ade Yasin agar Pemerintah Kabupaten Bogor kembali mendapatkan predikat WTP untuk TA 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat. Sekitar Januari 2022, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang antara Hendra Nur Rahmatullah Karwita dengan Ihsan Ayatullah dan Maulana Adam unutk mengkondisikan susunan Tim audit interim.
“AY menerima laporan dari IA bahwa laporan keuangan Pemkab Bogor jelek dan jika diaudit BPK Perwakilan Jawa Barat akan berakibat opini disclaimer. Selanjutnya AY merespon dengan mengatakan ‘diusahakan agar WTP’,” ujar Firli.
Sebagai realisasi kesepakatan, Ihsan Ayatullah dan Maulana Adam diduga memberikan uang sejumlah sekitar Rp100 juta dalam bentuk tunai kepada ATM di salah satu tempat di Bandung.
Adapun temuan fakta Tim Audit ada di Dinas PUPR, salah satunya pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda–Pakan Sari dengan nilai proyek Rp94,6 Miliar yang pelaksanaannya diduga tidak sesuai dengan kontrak.
“Selama proses audit, diduga ada beberapa kali pemberian uang kembali oleh AY melalui IA dan MA pada Tim Pemeriksa diantaranya dalam bentuk uang mingguan dengan besaran minimal Rp10 juta hingga total selama pemeriksaan telah diberikan sekitar sejumlah Rp1,9 Miliar,” jelas Firli.
Atas perbuatannya, sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.