Home Hukum Kejati DKI Geledah Rumah di Rawamangun terkait Mafia Tanah Pertamina

Kejati DKI Geledah Rumah di Rawamangun terkait Mafia Tanah Pertamina

Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Aspidsus Kejati) DKI Jakarta menggeledah rumah almarhum Suprapto di daerah Rawamangun, Jakarta Timur (Jaktim) terkait kasus dugaan korupsi terkait mafia tanah atau aset milik PT Pertamina di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jaktim.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, di Jakarta, Rabu (27/4), mengatakan, penggeledahan rumah tersebut belangsung pada hari ini.

“Telah melakukan tindakan hukum penggeledahan terhadap salah satu rumah yang dicurigai terdapat barang bukti yang diperlukan untuk memperkuat pembuktian,” ujarnya.

Ashari menyampaikan, menurut pengakuan ahli waris HS Sopandi, almarhum Suprapto adalah orang yang pernah dititipkan surat-surat tanah di Jalan Pemuda Rawamangun oleh almarhum HS Sopandi yang sekarang dikuasai oleh PT Pertamina (Persero).

Dalam penggeledahan tersebut, lanjut Ashari, penyidik menemukan dan menyita dokumen berupa surat yang dapat dijadikan barang bukti untuk memperkuat pembuktian perkara dugaan tindak pidana korupsi mafia tanah aset milik PT Pertamina.

Sedangkan untuk menelusuri dugaan aliran dana kepada sejumlah pihak, Kejati DKI Jakarta telah meminta Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusurinya.

Menurutnya, penyidik meminta PPATK melakukan analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan atau tindak pidana lain.

Ashari mengungkapkan, hal itu dilakukan setelah penyidik mendapatkan informasi bahwa dari jumlah uang Rp244,6 miliar yang berasal dari PT Pertamina untuk pembayaran ganti rugi tanah, ahli waris yang seharusnya menerima uang tersebut ternyata hanya menerima setengahnya.

“[Ini] sehingga perlu diungkap siapa saja yang menerima uang tersebut selain ahli waris,” katanya.

Kejati DKI Jakarta mulai mengusut kasus duagaan mafia tanah atau aset milik PT Pertamina di Jl. Pemuda, Ramawangun, Jakarta Timur, setelah menaikkannya dari status penyelidikan ke tahap penyidikan.

Penaikan penanganan kasus ini berdasarkan perintah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Reda Manthovani. “[Kajati] telah memerintahkan Tim Penyelidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, untuk menaikkan status penanganan kasus Mafia Tanah Aset Milik PT Pertamina,” katanya.

Perintah tersebut disampaikan menindaklanjuti hasil gelar perkara (ekspose) oleh Tim Penyelidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta yang berkesimpulan bahwa dalam penyelidikan ditemukan alasan yang cukup adanya peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi.

Berdasarkan hasil gelar perkara tersebut, lanjut Ashari, perlu ditindaklanjuti dengan mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu akan membuat terang dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

Ia menjelaskan, awalnya Kajati DKI Jakarta mengeluarkan Surat Perintah Nomor : Print-3026/M.1/Fd.1/12/2021 tanggal 20 Desember 2021 tentang Penyelidikan Kasus Mafia Tanah Aset Milik PT Pertamina.

Berdasarkan hasil penyelidikan diperoleh fakta bahwa PT Pertamina memiliki lahan sekitar 1,6 hektare yang terletak di Jalan Pemuda, Ramawangun, Kota Adminstrasi Jakarta Timur yang dimanfaatkan sebagai Maritime Training Center (MTC) seluas sekitar 4000 M², Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) sekitar 4000 M², dan 20 unit Rumah Dinas Perusahaan yang dipinjam pakai oleh Bappenas berdasarkan Akta Pengoperan dan Penyerahan Tanah No. 58 Tanggal 18 September 1973.

Bahwa pada tahun 2014, seseorang berinisial OO binti Medi menggugat PT Pertamina ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim). Gugatan tersebut dengan Nomor Perkara 127/PDT.G/2014/PN.Jkt.Tim. OO binti Medi yang bertindak selaku penggugat, mengaku sebagai pemilik tanah seluas 12.230 M².

OO mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut berdasarkan surat tanah yang terdiri dari Verponding Indonesia No. C 178, Verponding Indonesia No. C 22, dan Surat Ketetapan Padjak Hasil Bumi No. 28.

Atas gugatan perdata tersebut, PN Jaktim mengabulkan gugatan penggugat sebagaimana tertuang dalam Putusan Perdata No. 127/Pdt.G/2014/PN. Jkt.Tim jo No. 162/PDT/2016/PT.DKI jo No. 1774 K/PDT/2017 jo No. 795 PK/PDT/2019.

Pengadilan menyatakan bahwa tanah sengketa a quo merupakan tanah milik para penggugat selaku ahli waris dari A. Supandi dan bukan milik tergugat atau PT Pertamina.

“Pengadilan kemudian menghukum PT Pertamina untuk membayar ganti rugi tanah sebesar Rp244.600.000.000 (Rp244,6 miliar),” ujarnya.

Pascapusutusan tersebut, kemudian diketahui bahwa dua Verponding Indonesia dan 1 Surat Ketetapan Pajak yang dijadikan dasar gugatan oleh OO binti Medi, diduga palsu. Diduga ada penyalahgunaan wewenang dan perbuatan melawan hukum dan atau penerimaan uang terkait dengan proses peradilan perdata maupun pelaksanaan putusan pengadilan sehingga menyebabkan PT Pertamina dirugikan sebesar Rp244,6 miliar.

Sebab itu, PT Pertamina tidak pernah melaksanakan putusan pengadilan tersebut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp244,6 miliar. Akan tetapi, uang milik PT Pertamina telah disita eksekusi oleh Juru Sita PN Jaktim melalui PN Jakarta Pusat dari rekening bank BRI milik PT Pertamina.

“Padahal, pihak PT Pertamina tidak pernah memberikan ataupun memberitahukan nomor rekening bank BRI tersebut untuk kepentingan sita eksekusi,” kata Ashari.

463