Jakarta, Gatra.com– Kebijakan pembukaan gerbang internasional oleh pemerintah Australia semenjak tanggal 21 Februari 2022 ternyata menciptakan masalah baru bagi para calon penyewa apartemen, khususnya para siswa dari luar negeri yang sudah kembali ke kota-kota besar di Australia seperti Sydney dan Melbourne.
Menurut Kepala Bidang Penelitian dan Ekonomi Domain, Dr. Nicola Powell, mengatakan Australia berada di ambang “krisis sewa”. Pasar sewa Sydney telah digambarkan sebagai "kegagalan kronis", dengan tingkat kekosongan kota turun ke level terendah sejak November 2017.
“Permintaan sewa akan terus meningkat tajam pasca pembukaan kembali secara penuh perbatasan internasional bagi para turis pemegang visa dan telah divaksinasi dua kali setelah dua tahun penutupan,” ungkapnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/4).
Pembukaan gerbang internasional telah menambah tekanan lebih lanjut pada pasar sewa yang sudah tegang, di mana tingkat kekosongan di kota Sydney turun menjadi 1,4% pada Februari (turun dari 1,9% pada Januari), menurut Rental Vacancy Rate Report termutakhir oleh Domain.
Harga sewa unit naik sebesar AUS$30 dalam setahun, atau 6,4%, menjadi rata-rata AUS$500 – menjadikannya peningkatan tahunan paling tajam dalam delapan tahun. Biaya sewa naik 2% dalam tiga bulan terakhir saja, menggandakan pertumbuhan triwulanan sebelumnya dan melampaui biaya sewa rumah tapak untuk pertama kalinya sejak pandemi dimulai.
“Pasar sewa Sydney terutama di pusat kota telah mengalami pemulihan yang cepat setelah mengalami penurunan permintaan di awal pandemi,” kata Powell.
“Permintaan unit rental meroket, sementara harga properti terus naik mengakibatkan para calon pembeli menahan keinginannya dan terus menyewa”
Vacancy Rate atau Tingkat Kekosongan didefinisikan oleh SQM Research, sebuah lembaga penelitian dan peramalan properti independen sebagai Persentase dari keseluruhan properti sewaan yang merupakan 'daftar yang telah diiklankan selama lebih dari 3 minggu (dan saat ini masih diiklankan)'.
Tingkat kekosongan 3% dianggap 'sehat' karena dianggap sebagai titik ekuilibrium di mana pasar seimbang secara merata antara pemilik dan penyewa. Tingkat kekosongan yang sangat rendah di bawah 2% menandakan permintaan sewa yang tinggi, membutuhkan properti baru di pasar untuk memenuhi kebutuhan penyewa ini.
Menanggapi krisis tingkat kekosongan hunian yang terjadi di Sydney, Direktur Penjualan dan Pemasaran Crown Group Indonesia, Tyas Sudaryomo, mengungkapkan bahwa krisis ini sudah bisa diprediksi sebelumnya.
“Banyak pembangunan hunian baru terutama apartemen yang terhambat selama 2 tahun terakhir, hal ini mengakibatkan berkurangnya pasokan di pasar, terutama di kawasan inner city seperti Waterloo dan Eastlakes”
“Selama periode 2020 – 2021, Sydney mengalami penurunan permintaan sewa dikarenakan pandemi COVID-19 dan dapat dilihat melalui tingkat kekosongan rata-rata yang menyentuh 4% atau di atas 3%” ungkap Tyas.
“Menurut data dari KBRI Australia, pada 29 Maret 2020, jumlah mahasiswa asing pemegang visa Australia adalah sebanyak 694.038 mahasiswa. Dan berdasarkan data tanggal 28 Juni 2021, jumlah mahasiswa asing pemegang visa Australia menurun sebesar 31.9% dalam rentang waktu 15 bulan. Sebanyak 85% mahasiswa yang sudah memiliki visa studi masih berada di luar negeri karena kebijakan penutupan perbatasan akibat Covid-19”
“Namun ketika Australia membuka pintu internasional nya, permintaan sewa melonjak tajam hanya dalam beberapa bulan saja hingga vacancy rate menyentuh angka 1.4%. Terendah semenjak tahun 2017”
“Sebagai contoh nyata, saat ini tingginya jumlah permintaan sewa tidak sebanding dengan unit yang siap disewakan di Waterfall by Crown Group sehingga kami juga kesulitan untuk bisa memenuhi setiap permintaan yang muncul”
Terutama dari siswa luar negeri khusus nya Indonesia yang baru kembali lagi ke Australia. Jumlah mahasiswa Indonesia di Australia yang tercatat per tanggal 28 Juni 2021 yakni sebanyak 12.645 mahasiswa.
Ini menempatkan Indonesia di peringkat 6 jumlah mahasiswa asing terbanyak di Australia setelah Tiongkok, India, Nepal, Vietnam dan Malaysia. Tercatat sebanyak 31% atau sekitar 3.905 mahasiswa masih berada di Indonesia.
“Kami selalu menyarankan kepada para calon pembeli kami di Indonesia, apabila memiliki anak yang akan melanjutkan studinya ke Australia, lebih baik untuk melakukan investasi melalui pembelian properti dibandingkan hanya dengan menyewa unit properti selama beberapa tahun” tambah Tyas.
Apabila dikalkulasikan masih jauh lebih menguntungkan pembelian properti berdasarkan hitungan kenaikan nilai properti secara konservatif sebesar 7 – 8% setiap tahunnya dibandingkan dengan biaya sewa yang setiap bulannya bisa mencapai kisaran Rp20 juta.