Jakarta, Gatra.com - Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rosyidi memandang, penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) terkesan dipaksakan. Hal itu diutarakan Unifah mengingat pembahasan RUU dilakukan secara tergesa-gesa dan dalam tempo yang singkat.
Padahal, RUU ini direncanakan akan melebur 3 Undang-Undang (UU) yakni UU 20/2003 tentang Sisdiknas, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. Jika tak cermat, ia khawatir nasib RUU Sisdiknas akan serupa dengan UU Ciptaker yang justru menimbulkan polemik.
"Kami diundang untuk uji publik RUU Sisdiknas, tapi hanya diberikan waktu lima menit untuk menanggapi. Makanya, kami harap pembahasan ini dilakukan secara seksama," ujar Unifah kepada wartawan, Sabtu (23/4).
Dia menyoroti persoalan prosedural dan substansi dalam pembahasan beleid yang menurutnya belum secara matang dilakukan. Contohnya, persoalan tata kelola guru perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Masing-masing tata kelola guru mempunyai fragmentasi berbeda dan dikelola instusi yang berbeda.
Sistem Pengadaan Guru Baru diatur dalam UU Pendidikan Tinggi 12/2002, kemudian rekrutmen guru baru diatur dalam UU ASN 5/2017, pendidikan agama dan agama serta pondok pesantren diatur dalam UU 18/2019, dan banyak aturan lainnya yang terpisah.
"Kami akan terus mengawal pembahasan UU Sisdiknas untuk kepentingan pendidikan. Yang paling penting diperjuangkan di RUU sisdiknas adalah bagaimana peran dan fungsi guru dan tenaga kependidikan," kata Unifah.