Jakarta, Gatra.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi meluncurkan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Industri Pertahanan atau Defend ID pada Rabu, 20 April 2022. Holding tersebut menurutnya akan meningkatkan kemandirian industri pertahanan Indonesia.
Diketahui, Defend ID merupakan holding yang berisi lima BUMN di bidang pertahanan. PT Len Industri (Persero) atau Len didapuk menjadi induk holding dengan empat anggota lainnya, yakni PT Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, PT Pindad, dan PT Dahana. Jokowi berharap Defend ID mampu membuat BUMN di sektor pertahanan masuk daftar 50 besar perusahaan dunia pada 2024 mendatang.
Kedua, ia berharap agar Defend ID memperbesar pengadaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dari 41 persen menjadi 100 persen. Untuk mencapai itu, ia meminta agar Defend ID bekerja sama dengan beberapa pihak dan negara untuk transfer teknologi ke Indonesia.
Pengamat militer dan pertahanan Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati mengatakan, holding industri pertahanan Defend ID merupakan langkah strategis pemerintah, khususnya Kementerian Pertahanan (Kemhan RI) untuk mencapai kemandirian Alutsista TNI. Di mana pemenuhan kebutuhan alutsista modern merupakan program utama meningkatkan kapasitas dan kapabilitas TNI di dalam melaksanakan tugas pokoknya sesuai amanah undang-undang dan peraturan yang berlaku.
“Melalui holding tersebut, berbagai mekanisme procurement dan acquisition segala jenis persenjataan dapat segera dipercepat dengan banyak negara,” kata wanita yang karib disapa Nuning itu dalam keterangannya kepada Gatra.com, Sabtu (23/4).
Mekanisme tersebut, lanjut Nuning, juga memberi kesempatan bagi peningkatan SDM semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Strategis dan Badan Usaha Milik Swasta (BUMS). Para pemimpin BUMN dan BUMS menurutnya harus lekas menyiapkan para ahli dan operator untuk menguasai terlebih dulu ilmu dan pengetahuan setiap jenis persenjataan, peralatan deteksi, peralatan komunikasi, dan lain-lain.
“Para teknisi dituntut mampu memproduksi bersama pabrikan negara lain, untuk selanjutnya mampu memproduksi secara mandiri. Paralel dengan tuntutan tersebut adalah melengkapi berbagai fasilitas produksi dan laboratorium peralatan militer,” ujarnya.
Hal yang tak kalah penting menurut Nuning, yakni timeline mekanisme produksi disusun bersamaan dalam waktu yang lebih cepat agar kapasitas produksi yang tinggi dapat tercapai. “Holding industri pertahanan juga sebagai induk industri yang banyak menarik industri menengah dan industri kecil untuk aktif dalam produksi alutsista. Reverse engineering dapat menjadi paradigma kinerja holding industri pertahanan berdasarkan prioritas kebutuhan operasional TNI,” Nuning menjelaskan.
Keberhasilan holding industri pertahanan pada akhirnya dapat diarahkan untuk memproduksi berbagai peralatan dan perlengkapan industri-industri lainnya. “Investasi pemerintah untuk holding industri pertahanan diyakini mampu membuka lapangan kerja baru, produktifitas sektor industri, dan pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkasnya.