Karanganyar, Gatra.com - Sidang perkara korupsi dengan terdakwa dua mantan Direktur PD BKK Karanganyar, Manis Subakir dan Sutanto berlanjut. Berdasarkan keterangan saksi, para terdakwa menggunakan identitas istri-istrinya untuk dijadikan nasabah kredit guna memudahkan aliran dananya masuk ke kantong pribadi. Mereka memanipulasi prosesnya yang tak prosedural.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Guyus Kemal mengatakan sidang dilaksanakan secara daring di Rutan Klas 1 A Surakarta pada Kamis (21/4) dengan menghadirkan para terdakwa. Sedangkan sidang luring di Semarang dihadiri JPU dan para saksi. Dalam sidang yang dipimpin hakim pengadilan tindak pidana korupsi PN Semarang itu, para saksi dihadirkan dari pegawai BKK Karanganyar sebanyak enam orang.
Mereka bersaksi bahwa dana yang dipinjamkan ke belasan nasabah pada 2014-2016 tak prosedural. Para terdakwa yang saat itu menjabat direktur sengaja menyetujui pinjaman dari orang-orang dekatnya
Tujuan mereka memudahkan menarik imbalan dari proses pinjaman tanpa ribet. Bahkan, orang-orang terdekat yang dijadikan nasabah kredit adalah istri mereka sendiri. Usai pinjaman cair, angsuran para nasabah tersebut tidak lancar. Penagihan terhadap mereka juga tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Dalam hal ini, para terdakwa tahu para nasabah itu menunggak cicilan namun dibiarkan begitu saja. Sampai pada akhirnya nenimbulkan angka kredit bermasalah di perbankan milik pemerintah itu. Berdasarkan audit BPKP, nilai kerugian Rp3,89 miliar.
"Saksi menerangkan bahwa proses kredit yang terjadi tidak sesuai dengan aturan yang telah ada. Dan ada beberapa pinjaman ternyata memakai data istri-istri dari para pejabat yang ada di BKK Karanganyar. Salah satunya istri-istri dari terdakwa Manis Subakir dana terdakwa Sutanto," katanya kepada Gatra.com, Jumat (22/4).
Dua tersangka dijerat pasal 2 ayat 1 UU nomor 31 tahun 1999 yang sudah diubah UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tidak pidana korupsi dan subsidair pasal 3 UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun.
Dalam kasus lain, dua mantan direktur itu sudah menjalani vonis penjara satu tahun dan denda masing-masing Rp50 juta subsider satu bulan kurungan. Mereka juga membayar uang pengganti Rp73,5 juta. Kasus itu adalah manipulasi sewa enam mobil operasional kantor.