Jakarta, Gatra.com - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyatakan, keterwakilan perempuan di bidang politik menjadi salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh suatu negara untuk menjaga ketahanan demokrasi.
“Keterwakilan perempuan di politik adalah bagian dari menjaga ketahanan demokrasi karena demokrasi tanpa keterwakilan perempuan adalah demokrasi yang defisit dan tidak bermakna,” ujarnya alam webinar Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) bertajuk “Perempuan LP3ES Bicara Regresi Demokrasi”, Kamis (21/04).
Lebih lanjut, Titi menyampaikan sejumlah rekomendasi yang dapat ditempuh guna menjaga keterwakilan perempuan dalam kancah politik. Pertama, mendorong komitmen para pimpinan partai politik dalam merealisasikan penempatan perempuan pada nomor urut satu di paling sedikit 30 persen daerah pemilihan.
“Di tengah tidak berubahnya Undang-Undang Pemilu ataupun Undang-Undang Pilkada, dorongan advokasi kami berpindah pada pimpinan partai politik untuk menempatkan perempuan pada nomor urut jadi, yaitu nomor urut satu, setidaknya pada paling sedikit 30 persen dapil,” jelasnya.
Menurutnya, penempatan nomor urut masih berdampak signifikan terhadap keterpilihan caleg. Hal ini tampak dari sisi konfigurasi caleg terpilih di DPR RI yang didominasi dari mereka yang berada pada nomor urut kecil, terutama nomor urut satu.
Rekomendasi berikutnya, perempuan partai harus menyusun basis data anggota, basis data berbasis suara, dan peta dapil guna mendukung pencalonan perempuan secara lebih terencana, terukur, sistematis, dan strategis.
Ketiga, perempuan calon harus memanfaatkan keterbukaan data pemilu, seperti data terbuka dari KPU dan berbagai publikasi melalui sistem teknologi informasi milik KPU ataupun Bawaslu untuk menyusun strategi dan prioritas kerja-kerja pemenangan.