Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Pidsus Kejagung) terus memeriksa saksi-aksi untuk membongkar kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas izin ekspor minyak mentah kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Senin (18/4), menyampaikan, kali ini penyidik memeriksa 4 orang saksi dalam perkara tersebut. Mereka merupakan pejabat di Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Keempat Pejabat Kemendag yang diperiksa, yakni Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI, ON; Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi, AS; Direktur Barang Kebutuhan Pokok (Bapok) dan Barang Penting pada Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, IK; dan Koordinator Bapok Hasil Industri, Direktorat Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, IW.
“[Mereka] diperiksa terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022,” katanya.
Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya.
“Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan, antara lain dengan menerapkan 3M,” ujarnya.
Kejagung mulai memeriksa saksi-saksi setelah menaikkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021–2022 ini ke tahap penyidikan.
Kasus ini naik ke penyidikan setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Kuhusu Nomor: Prin-17/F.2/Fd.2/04/2022 tanggal 04 April 2022.
“Sebelumnya telah dilaksanakan kegiatan penyelidikan berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-13/F.2/Fd.1/03/2022 tanggal 14 Maret 2022,” ujarnya.
Menurutnya, selama penyelidikan telah didapatkan keterangan dari 14 orang saksi dan dokumen atau surat terkait pemberian fasilitas ekspor minyak goreng tahun 2021–?2022. Dari hasil kegiatan penyelidikan, maka ditemukan perbuatan melawan hukum, di antaranya dikeluarkannya persetujuan ekspor (PE) kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya.
Pasalnya, kata Ketut, tidak memenuhi syarat DMO-DPO, antara lain PT Mikie Oleo Nabati Industri (OI) dan PT Karya Indah Alam Sejahtera (IS) tetap mendapatkan persetujuan ekspor (PE) dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI.
“Kesalahannya adalah tidak memedomani pemenuhan kewajiban distribusi kebutuhan dalam negeri (DMO) sehingga dan harga penjualan didalam negeri (DPO) melanggar batas harga yang ditetapkan pemerintah dengan menjual minyak goreng di atas DPO yang seharusnya (di atas Rp 10.300,” katanya.
Selanjutnya, disinyalir adanya gratifikasi dalam pemberian izin penerbitan persetujuan ekspor tersebut. Penerbitan Persetujuan Ekspor ini bertentangan dengan hukum dalam kurun waktu 1 Februari sampai dengan 20 Maret 2022 mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng.