Jakarta, Gatra.com- Naskah akademik tentang regulasi hak penerbit (publisher rights), pada Rabu (13/4) lalu telah diserahkan Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers, Agus Sudibyo kepada Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G. Plate.
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo, Usman Kansong menjelaskan, penyusunan naskah akademik merupakan salah satu tahapan untuk meningkatkan status draft yang diserahkan pada bulan Oktober tahun lalu.
Hal itu menjadi selangkah lebih maju untuk mewujudkan pengaturan hak penerbit di Indonesia. Pihak Kementerian Kominfo juga melakukanpublikasikan ke masyarakat bahwa ada tahapan yang lebih meningkat dari sebelumnya masih berupa draft.
“Ini kita sampaikan supaya publik tahu, aware, bahwa ada satu rancangan peraturan yang sedang diajukan secara bersama-sama Dewan Pers dan Kementerian Kominfo,” jelasnya usai menghadiri Penyerahan Naskah Publisher Rights dari Dewan Pers kepada Menkominfo Johnny G. Plate, di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat.
Naskah akademik menjadi salah satu dasar pertimbangan penetapan jenis payung hukum pengaturan hak penerbit di Indonesia. Selanjutnya, menurut Dirjen Usman Kansong, Menkominfo akan bersurat kepada Kementerian Sekretariat Negara dengan melampirkan naskah akademik regulasi hak penerbit.
Sebelumnya, Menkominfo Johnny G. Plate menyatakan, naskah akademik itu akan menjadi dasar usulan payung hukum mengenai hak penerbit yang akan diajukan kepada Presiden Joko Widodo.
Sehingga setelah menerima naskah akademik itu, selanjutnya Menkominfo akan bersurat mengirimkan naskah akademik dan aturan ini (publisher rights) kepada Kementerian Sekretariat Negara.
Nantinya, Setneg akan memberikan semacam arahan apa berbentuk Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden. Nah, ini setiap jenis aturan beda prosedurnya. “Nanti kalau Setneg sudah memutuskan maka kita akan komunikasikan kepada publik,” jelas Usman.
Menurut Usman, sesuai arahan Menkominfo, pihaknya akan melibatkan Task Force Media Sustainability dan publik jika proses penyusunan aturan ini berlanjut ke tahapan berikutnya.
“Jika PP misalnya, nanti masyarakat jadi tahu seperti apa, pasti akan melibatkan publik lebih banyak lagi dan yang menjadi inisiator itu adalah Kementerian Kominfo sebagai leading sector. Jika dalam bentuk Perpres maka sepenuhnya hak Kemensetneg bersama Presiden. Nanti saat penyusunan, harmonisasi, sinkronisasi dan seterusnya sesuai prosedur, ini juga harus kita sampaikan kepada publik supaya tahu,” jelasnya.
Dirjen Usman Kansong menegaskan, apabila pengaturan hak penerbit berupa PP, artinya pemerintah akan melibatkan partisipasi publik yang lebih luas. “Tetapi kalau Perpres terbatas, tentu saja komunikasi bisa dilakukan dalam bentuk lobby seperti yang disampaikan Pak Menkominfo. nanti Kementerian Sekretariat Negara yang akan mengkomunikasikan kepada publik,” tuturnya.
Usman menambahkan semua tahapan penyusunan regulasi hak penerbit akan dikomunikasikan dan disampaikan kepada publik.
“Nah ini perlu kita komunikasikan kepada publik agar mereka paham ada prosedur-prosedur tertentu untuk PP, Perpres, untuk undang-undang yang lain. Ini supaya publik tahu, ke depan tidak digugat prosedurnya,” tandasnya.
Dirjen Usman Kansong berharap, tahun ini regulasi hak penerbit bisa selesai agar segera bisa diimplementasikan. Apalagi Kementerian Kominfo telah mendapatkan banyak masukan multipihak mengenai aturan Publisher Rights serta Good Journalism. “Baik dari masyarakat, dunia akademik, platform global, serta komunitas-komunitas media,” ujarnya.
Ia menjelaskan pengaturan hak penerbit mencakup beberapa isu penting. Salah satu isu yang menjadi perhatian berkaitan dengan perubahan data yakni perubahan algoritma yang dilakukan oleh media-media global.
“Itu harus diberitahukan kepada kita (media-media nasional), supaya tahu selama ini kan tiba-tiba algoritma berubah begitu saja padahal penting ya, sekarang algoritma is the king, begitu katanya. Nah, itu beberapa hal yang dibahas di dalam regulasi PP atau Perpres,” ujarnya.
Selain itu, isu yang mengemuka berkaitan dengan negosiasi antara platform di Indonesia dengan platform global seperti Facebook atau Google.
“Boleh mengambil konten, tetapi sekian biayanya atau bayarnya, itu salah satu unsur yang dibahas di dalam rancangan peraturan. Tujuannya adalah untuk mencapai yang disebut jurnalisme berkualitas atau good journalism,” jelasnya.
Dirjen IKP Kementerian Kominfo menyontohkan, di Australia dengan adanya bargaining code (negosiasi) itu terjadi peningkatan revenue penghasilan media sekitar 30%.
“Dengan adanya aturan semacam ini begitu, platform global juga bertanggungjawab, tetapi kan judul regulasinya itu namanya ‘Tanggung Jawab Platform Global untuk Menciptakan Jurnalisme Berkualitas’. Tanggung jawab platform itu ada dua, secara ekonomi dia mau menghargai copyrights atau hak cipta media nasional. Kedua, tanggung jawab juga untuk membentuk jurnalisme berkualitas,” tuturnya.