Jakarta, Gatra.com – Koordinator Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara), Petrus Selestinus, mengatakan, pengeroyokan terhadap dosen Universitas Indonesia (UI), Ade Armando, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Gedung DPR Jakarta merupakan tindakan biadab dan menghancurkan demokrasi.
“Perekat Nusantara mengutuk keras tindakan biadab dan tidak berperikemanusiaan,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima pada Selasa (12/4).
Menurutnya, aksi pengeroyokan terhadap aktivis Ade Armando dalam aksi unjuk rasa yang digelar BEM SI tersebut menghancurkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) yang dijamin oleh Undang-Undang (UU) No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Perekat Nusantara mendesak Polri segera mengusut dan menangkap pelaku tindakan biadab tersebut. Polri juga harus meminta pertanggungjawaban pidana terhadap pimpinan dan penanggung jawab aksi unjuk rasa BEM SI karena menyertakan kelompok lain atau preman bertato di luar mahasiswa yang dilabeli dengan jaket mahasiswa.
“Menyertakan preman dalam jumlah besar telah mengancam keselamatan peserta aksi dan aparat kepolisian di lapangan,” ujarnya.
Menurutnya, Polri harus segera menangkap dan menahan pelaku penganiaya Ade Armando. Polri harus ungkap siapa aktor intelektual dan penyandang dana menggerakan ribuan peserta aksi unjuk rasa tersebut.
Menurutnya, DPR dan pemerintah harus tegakkan hukum. Tidak ada cara lain untuk segera merevisi UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum karena UU dimaksud sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan kondisi masyarakat saat ini.
“Kita tahu bahwa UU No. 9 Tahun 1998 dibentuk pada awal Reformasi di mana masyarakat Indonesia pada saat itu masih berada dalam masa transisi dari era pemerintahan yang represif menuju era yang lebih demokratis,” ujarnya.
Ia melanjutkan, akhir-akhir ini demokrasi di Indonesia mengalami kemerosotan akibat menguatnya politik identitas yang mengarah kepada sikap antidemokrasi itu sendiri.
Melihat aksi unjuk rasa BEM SI akhir-akhir ini, lanjut dia, sudah tidak murni sebagai bentuk kepedulian dan pengabdian terhadap masyarakat sesuai dengan prinsip Tridharma Perguruan Tinggi, melainkan ada kecenderungan ditunggangi oleh kepentingan politik yang antiterhadap demokrasi, hukum, dan pemerintahan yang sah.
Menurutnya, aksi tersebut bukan lagi unjuk rasa untuk menyampaikan pendapat di muka umum, melainkan aksi anarkhis, pamer kekuatan destruktif, teroris, dan mencederai demokrasi dengan cara melanggar hukum.
“Polri harus berani lakukan tindakan tegas, meski tidak populer, tangkap pelakunya, penanggung jawab aksi demo dan penyandang dana demo, demi tegaknya hukum dan rasa nyaman bagi suruh rakyat Indonesia dan anggota Kepolisian di lapangan,” katanya.