Banjarmasin, Gatra.com – Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) nonaktif, Abdul Wahid, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Tipikor Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel), Senin (11/4).
Dikawal ketat petugas, Bupati HSU dua periode itu tampak tenang ketika turun dari mobil tahanan yang membawanya dari Lembaga Pemasyarakatan Teluk Dalam, Banjarmasin.
Kedua tangan diborgol, mengenakan baju khas Banjar Sasirangan berompi tahanan KPK dan menjinjing bakul purun, Wahid memasuki ruang sidang. Dia duduk di kursi pesakitan untuk mendengarkan pembacaan surat dakwaan dari tim jaksa penuntut umum KPK yang dipimpin Fahmi Ariyoga.
Dalam dakwaannya, jaksa KPK menyebut, terdakwa Abdul Wahid selaku Bupati HSU menerima fee proyek sumber daya air Dinas PUPRP HSU dari dua kontraktor, Fachriadi dan Marhaini dengan total Rp540 juta melalui Maliki, eks kepala Dinas PUPR HSU.
Dalam sidang yang diketuai Hakim Yusriansyah dengan dua hakim anggota Ahmad Gawi dan Arif Winarno, Wahid didampingi tujuh penasihat hukum dari Lubis and Partner asal Jakarta.
JPU KPK juga mendakwa Wahid melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima uang Rp500 juta untuk jual beli jabatan Plt Kadis PUPRP HSU dari Maliki, bekas anak buahnya.
“Total Rp31 miliar lebih yang dikorupsi Abdul Wahid. Ada sekitar Rp3,5 miliar berupa kepemiilikan atas tanah serta klinik kesehatan,” sebut Fahmi Ariyoga.
Dari hasil penyidikan KPK, total uang yang diterima Abdul Wahid sebesar Rp31 miliar lebih sejak dirinya menjabat Bupati HSU dari tahun 2015 hingga 2021. Uang itu diterima melalui ajudan bupati.
Jaksa KPK menyebut, Abdul Wahid selama menjadi orang nomor satu di Pemkab HSU, di antaranya menerima fee proyek SDA Dinas PUPRP HSU sebesar Rp10 miliar pada 2017–2021. Kemudian, fee proyek bidang bina marga sebesar Rp18 miliar periode 2015–2018. Lalu, fee proyek bidang cipta karya Rp17 miliar dari tahun 2019–2021 serta menerima suap dari aparatur sipil negara (ASN) untuk menduduki jabatan sebesar Rp510 juta.
Atas perbuatan itu, KPK mendakwa Wahid dengan pasal berlapis, yakni Pasal 12a dan 12b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP atau dakwaan kedua, Pasal 11 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Kemudian, Pasal 3 dan Pasal 4 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Nomor 8 Tahun 2010.
Usai mendengarkan pembacaan surat dakwaan, Abdul Wahid langsung berkonsultasi dengan tim penasihat hukumnya. Dia menyatakan tak mengajukan nota keberatan (eksepsi). Atas dasar itu, jaksa KPK memastikan akan menghadirkan sedikitnya 99 saksi untuk membuktikan dakwaannya.