Jakarta, Gatra.com– Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti tajam berkembangnya wacana penundaan pemilu, juga perpanjangan masa jabatan presiden, yang ramai menjadi perbincangan publik belakangan ini.
“Wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan pemilu ini jelas merupakan bentuk kongkalikong politik antar elit. Hal tersebut dilakukan secara terstruktur, sebab dilakukan oleh pejabat publik dalam struktur pemerintahan,” ujar Wakil Koordinator KontraS, Rivanlee Anandar, dalam keteragan tertulisnya, Sabtu, (9/4/2022).
“Bahkan kami mencurigai bahwa wacana ini datang dari sekeliling istana, dalam hal ini kabinet kerja. Eskalasinya pun menyasar untuk memobilisasi struktural bawah dalam pemerintahan seperti halnya kepala desa,” imbuh Rivanlee.
KontraS menyebut bahwa wacana yang tengah bergulir kali ini adalah wujud dari autocratic legalism. Menurut penjelasannya, itu merupakan suatu kondisi di mana negara mengarah kepada rezim otoritarian, tetapi seakan-akan masih menggunakan cara demokratis untuk mencapainya.
Oleh karena itu, KontraS menyatakan sikap. Mereka menolak seluruh wacana perpanjangan masa jabatan dan penundaan pemilu lewat berbagai metode seperti halnya amendemen UUD 1945. KontraS menilai tidak ada urgensi dan rakyat untuk mengamendemen.
KontraS juga menantikan langkah konkret Presiden Joko Widodo untuk mencopot menteri yang terus menggulirkan wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Selain itu, KontraS juga meminta seluruh pihak utamanya elit dan partai politik harus berhenti menggulirkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan ini.